Ketika Imbas Pandemi Menghancurkan Bisnis Salon Para Wanita Transgender di Indonesia, Begini Cara Mereka Bertahan Hidup
RIAU24.COM - Iwan adalah transgender, dan hidup sebagai kaum minoritas di Indonesia.
Sebelum COVID-19 menghantam, ia mempekerjakan empat waria lainnya sebagai penata rambut dan penata rias di Salon Anna Sui di Medan, Sumatera Utara, tetapi sekarang ia hanya mampu mempekerjakan satu orang.
“Dulu kami memiliki 10 hingga 15 pelanggan sehari, sekarang kami tidak memiliki pelanggan selama lebih dari seminggu,” kata Iwan. “Sekarang kami hanya mendapatkan satu pelanggan setiap dua minggu. Sudah seperti itu sejak pandemi dimulai pada bulan Maret. "
Pekerjaan salon dan industri pernikahan adalah dua dari sedikit sektor di Indonesia yang menawarkan peluang kerja bagi mereka yang secara terbuka menjadi transgender. “Masyarakat transgender masih dianggap 'menyimpang' di sebagian besar masyarakat Indonesia,” kata Irna Minauli, psikolog di Medan. “Mereka distigmatisasi dan diintimidasi. Namun, mereka diterima di beberapa sektor sempit seperti industri kecantikan. ”
Antonius Remigius Abi yang mengajar etika di Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas di Medan, menuturkan bahwa, “sebuah aliran pemikiran yang keliru telah membangun bahwa transgender adalah 'abnormal' dalam masyarakat Indonesia”.
Dosen tersebut rutin berdiskusi tentang komunitas waria di kelasnya, dan mengatakan bahwa mahasiswa sering mengkritik komunitas berdasarkan persepsi sempit tentang perilaku seksual dan identitas gender. Semua ini, lanjutnya, berdampak pada visibilitas transgender di masyarakat sipil. “Dari sudut pandang etika, setiap manusia itu setara dan harus dihormati. Namun, komunitas transgender jarang diterima bekerja di ruang publik selain salon atau industri hiburan di Indonesia, ”ujarnya.