Beraudiensi dengan Wapres, LAMR Bentangkan Kemiskinan Masyarakat Melayu Riau
RIAU24.COM - PEKANBARU – Beraudiensi dengan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia Ma’ruf Amin, Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) bentangkan kemiskinan masyarakat adat Melayu Riau. Kenyataan ini ironis karena sumnber daya alam Riau yang malahan hampir 100 tahun dikelola oleh perusahaan asing dan dalam negeri, justru berada di kawasan adat Melayu Riau.
Demikian Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (Ketum MKA) LAMR, Datuk Seri H. Alzhar, menjawab media hari Kamis (17/12/2020) sehubungan audiensi organisasi tersebut dengan Wapres Ma’ruf Amin beberapa hari lalu secara virtual. Selain Datuk Seri Al azhar, hadir dalam pertemuan itu sejumlah pengurus LAMR termasuk Ketum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar.
Menurut Alzhar, berbagai hal dibicarakan dalam pertemun sekitar 40 menit pada hari Senin (14/12/2020) itu. Selain masalah sosial dan lingkungan secara konseptual, juga berkaitan dengan hal-hal teknis seperti keberadaan limbah padat maupun cair di daerah ini. Cukup luas juga dibicarakan tentang pengembangan ekonomi syariah yang bagi masyarakat Melayu Riau, sesuatu yang bersifat niscaya seiringan dengan dasar nilai budaya iitu sendiri yakni perbancuhan antara tradisi dengan Islam yang mengutamakan ajaran tersebut.
Mengenai kemiskinan, lanjut Datuk Seri Al azhar, menjadi lebih perhatian karena meskipun secara nasional, angka kemiskinan masyarakat Riau tersebut tidak tergolong tinggi, tetapi amat bermakna bagi LAMR. Pasalnya, sekitar 80 persen dari angka kemiskinan tersebut adalah masyarakat adat Melayu Riau.
Fakta itu membuktikan bahwa inclusive progress – kesejahteraan dan kemajuan bersama – yang diharapkan melalui penggalakan investasi SDA di Riau, belumlah terwujud. “Kita berharap, lebih banyak lagi kebijakan- kebijakan yang berpihak kepada masyarakat adat Melayu Riau, agar masyarakat kami bisa mengejar ketertinggalannya, yang sekaligus sebagai bentuk perwujudan keadilan sejati yang menjadi cita-cita kita dalam bernegara,” kata Al azhar.
Disebutkannya bahwa pemanfaatan SDA yang berada di wilayah masyarakat adat di Riau, faktanya tidaklah sepenuhnya sesuai dengan peraturan-perundang-undangan RI. Sebab, faktanya, sekarang ini diketahui bahwa ada 1,2 juta hektar kebun sawit perusahaan yang tergolong illegal, atau melanggar aturan-aturan hukum; ada yang berada di kawasan hutan, ada yang menggarap lahan melebihi HGU, ada pula yang proses izinnya belum selesai tapi lahannya sudah ditanami.
Berkaitan dengan hal-hal di atas, LAMR meminta penyelesaian masalah 1,2 juta hektar kebun sawit illegal tersebut memberi keuntungan yang nyata kepada masyarakat adat di Riau. Di dalam UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa keterlanjuran ilegalitas penggunaan lahan untuk kebun sawit tersebut, penyelesaiannya yang bersifat win-win solution belum secara eksplisit mempertimbangkan kepentingan pemulihan hak-hak tradisonal masyarakat adat di Riau maupun kepentingan keekonomian mereka yang terpuruk.
"Sesuai dengan adat yang berlaku di negeri kami, pemanfaatan wilayah adat sah-sah saja. Namun, masyarakat adatnya wajib mendapat bagian melalui apa yang disebut pancung alas – semacam bagi hasil, yang jumlahnya sebanyak 20%. Dalam hal ini, kami berharap, aturan-aturan mengenai peruntukan bagi masyarakat adat tersebut tercantum secara eksplisit di dalam peraturan pemerintah sebagai turunan UU Cipta Kerja, yang sekarang sedang digodok,” kata Datuk Seri Al azhar.
Disebutkannya, Wapres Ma’ruf Amin, dapat memaklumi apa-apa yang disebutkan oleh LAMR dalam kesempatan tersebut. Ia akan membicarakan hal-hal dimaksud dengan berbagai pihak termasuk dengan anggota kabinet yang dipimpinnya bersama Presiden Joko Widodo bergelar Datuk Seri Amanah Setia Negara.(rls)