Gojek Dan Grab Sepakat Bungkam Terkait Isu Merger
RIAU24.COM - Layanan ride-hailing Gojek dan Grab kembali dikabarkan akan segera menggabungkan atau menggabungkan kedua perusahaan tersebut. Namun sayangnya, keduanya juga sepakat untuk bungkam menanggapi masalah ini.
Menurut sumber dari Bloomberg, Gojek dan Grab saat ini sedang dalam tahap negosiasi dan mempersempit perbedaan pendapat mereka dalam memberikan layanan.
Selain itu, detail akhir sedang dikerjakan di antara para pemimpin paling senior di setiap perusahaan dengan partisipasi Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp sebagai investor utama Grab.
"Kami tidak bisa menanggapi rumor yang beredar di pasar," kata Nila saat dihubungi VOI, Kamis 3 Desember.
Isu merger kedua perusahaan tersebut disebabkan kerugian di beberapa negara yang juga mengalami resesi ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19, Nila justru membantahnya karena menurutnya fundamental bisnis Gojek saat ini semakin menguat meski dampak pandemi. Beberapa layanan Gojek justru menyumbang margin positif.
“Yang bisa kami katakan, fundamental bisnis Gojek semakin kuat, termasuk saat pandemi. Kami terus memprioritaskan pertumbuhan berkelanjutan untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna dan mitra kami di semua tempat kami beroperasi,” kata Nila.
Hal senada juga disampaikan Grab yang juga enggan mengomentari rencana penggabungan kedua perusahaan ride-hailing tersebut. Manajer Senior Komunikasi Grab Indonesia Dewi Nuraini, mengaku belum mau berspekulasi lebih lanjut terkait masalah ini.
"Terima kasih atas pertanyaannya, tapi kami tidak mengomentari spekulasi yang beredar di pasar," kata Dewi dalam pesan singkatnya.
Dari pemberitaan yang beredar, jika merger ini terjadi maka co-founder Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas bersama tersebut, sedangkan eksekutif Gojek akan menjalankan bisnis bersama baru di Indonesia dengan merek Gojek.
Beberapa pihak pun turut mempersoalkan pembahasan yang muncul ketika kedua perusahaan mengalami kerugian di berbagai negara, juga di Indonesia, di mana kedua perusahaan bersaing karena pembatasan skala besar akibat pandemi COVID-19.
Hal ini terlihat dari nilai valuasi kedua aplikasi yang turun drastis di pasar sekunder, dimana saham diperdagangkan secara informal. Saham Grab yang berbasis di Singapura senilai $ 14 miliar dalam putaran pendanaan terakhirnya pada tahun 2019 telah diperdagangkan dengan diskon 25 persen.
Begitu pula saham Gojek yang berkantor pusat di Jakarta dengan nilai hampir US $ 10 miliar pada tahun lalu juga telah dijual dengan potongan harga yang besar.