ICW: Menteri Luhut Harus Buktikan KPK Berlebihan Periksa Edhy Prabowo
RIAU24.COM - JAKARTA- Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menjadi layak dipertanyakan. Sebagaimana, Luhut menyebutkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak kelewatan dalam memeriksa Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Menurut Peneliti dari Indonesia Coruption Wacth (ICW) Kurnia Ramadhana, Luhut harus bisa menjelaskan secara detail dan mampu membuktikan seperti apa perbuatan berlebihan tersebut.
zxc1
"ICW tidak memahami apa yang dimaksud ‘jangan berlebihan’ oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim, Luhut Binsar Panjaitan," kata Kurnia, Senin (30/11/2020).
"Untuk itu, akan lebih baik jika yang bersangkutan dapat menjelaskan perihal dan maksud pernyataan tersebut atau mungkin mencontohkan penanganan perkara yang berlebihan itu seperti apa?" sambung dia.
Sebab, kata Kurnia, intervensi terhadap proses hukum dapat dijerat dengan pasal perintangan penyidikan yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Segala upaya intervensi, baik langsung maupun tidak langsung, memiliki konsekuensi hukum tersendiri, yakni Pasal 21 UU Tipikor terkait dengan obstruction of justice," kata dia.
zxc2
Sebelumnya, Luhut yang sekarang menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan ad interim berpesan kepada KPK agar tidak berlebihan dalam pemeriksaan Edhy Prabowo.
KPK sendiri menetapkan Edhy atas operasi tangkap tangan karena diduga Edhy menerima suap atas izin ekspor bibit lobster.
Suap tersebut senilai Rp 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
PT Aero Citra Kargo diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir bibit lobster karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui perusahaan tersebut dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, berdasarkan data, PT ACK dimiliki oleh Amri dan Ahmad Bahtiar. Namun diduga Amri dan Bahtiar merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja.
"Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya di tarik dan masuk ke rekening AMR (Amri) dan ABT (Ahmad Bahtiar) masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," kata Nawawi, Rabu (25/11/2020).