Tagar #savepapua Jadi Trending, Diduga Ada Perusahaan Asal Korsel Bakar Hutan Nyaris Seluas Ibukota Seoul
RIAU24.COM - Tagar #SavePapua dan #SaveHutanPapua, saat ini tengah menggema dan jadi di media sosial. Hal itu setelah netizen ramai-ramai menyorot Korindo Group, sebuah perusahaan asal Korea Selatan.
Pasalnya, perusahaan itu diduga dengan 'sengaja' membakar hutan Papua. Tak tanggung-tanggung, luas lahan yang diduga dibakar disebut-sebut mencapai 57.000 hektar, alias nyaris sama dengan luas Ibukota Korsel, Seoul.
Dilansir detik, riuh para netizen mukai terjadi sejak Jumat 13 November 2020 dini hari tadi.
Melalui jagad media sosial Twitter, netizen ramai-ramai membicarakan perihal hutan Papua.
Melalui tagar Save Hutan Papua, netizen beramai-ramai menaruh simpati pada warga pedalaman Papua yang kehilangan hutan mereka.
Dari penelusuran detik, isu mengenai hutan Papua ini pertama kali diangkat media BBC Indonesia. Dalam laporan investigasinya, mereka melaporkan bahwa perusahaan Korea Selatan, Korindo Group dengan 'sengaja' membakar hutan Papua. Tak tanggung-tanggung, luas hutan yang dibakar nyaris seluas ibu kota Korsel, Seoul.
Kasus tersebut terjadi di Boven Digoel dan Merauke. Diduga, aksi itu dilakukan pihak perusahaan untuk membuka lahan perkebunan sawit.
Temuan 'kesengajaan' pembakaran hutan itu diperoleh dari riset yang dilakukan Forensic Architecture yang berbasis di Goldsmith University, Inggris dengan Greenpeace.
Dari hasil penelitian, pembakaran tersebut telah dilakukan mulai tahun 2011-2016.
Forensic Architecture menerapkan analisis spasial dan arsitektural serta teknik pemodelan dan penelitian canggih untuk menyelidiki kasus itu. Mereka juga membandingkan citra satelit dengan data titik api dari satelit NASA di area sama pada periode sama.
"Kami menemukan bahwa pola, arah dan kecepatan pergerakan api sangat cocok dengan pola, kecepatan, arah pembukaan lahan. Ini menunjukkan bahwa kebakaran dilakukan dengan sengaja," ujar peneliti senior Forensic Architecture, Samaneh Moafi.
Seperti dilansir BBC Indonesia, Samaneh mengungkapkan, akan berbeda kondisinya jika yang terjadi adalah kebakaran hutan.
"Jika kebakaran terjadi dari luar sisi konsesi atau karena kondisi cuaca, maka api akan bergerak dengan arah yang berbeda. Mereka akan tersebar," kata Moafi.
Namun pihak Korindo mengatakan bahwa pembukaan lahan itu dilakukan dengan alat berat.
Sedangkan terkait kebakaran hutan di kawasan itu, pihak perusahaan menyebutkan hal itu dipicu warga yang berburu tikus tanah yang bersembunyi di bawah tumpukan kayu.
Korindo bahkan menyebut kegiatan itu, "menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi operasional kami."
Menanggapi kerusakan hutan ini, salah seorang warga Suku Malind di pedalaman Merauke, Elisabeth Ndiwaen mengungkapkan, "kami tidak pernah bongkar hutan tapi orang dari luar bongkar itu. Buat saya itu luka."
Kemudian warga di Boven Digoel, Petrus Kinggo mengatakan bahwa ia kini berjuang mati-matian mempertahankan hutan adatnya.
"Hutan ini salah satu sumber kehidupan saya, terutama generasi saya. Kalau saya lepas kepada pihak siapapun, termasuk perusahaan atau orang, siapapun, berarti tanah ini beralih. Generasi setelah saya, besok mereka hidup di mana?" tuturnya.
"Jadi itu yang saya pertahankan, bahwa tanah ini tidak bisa saya kasih ke orang," kata Petrus lagi.
Sejauh ini, postingan video mengenai laporan kerusakan hutan Papua telah disukai lebih dari 33 ribu dan diretweet lebih dari 20 ribu akun Twitter.
Di sisi lain, akun Twitter Korindo Group juga mengunggah video yang seolah mengklarifikasi laporan BBC itu.
Dalam captionnya, mereka menulis "kami berkomitmen bahwa perusahaan menerapkan sistem Zero Burning, untuk mewujudkan perusahaan sawit yang lestari dan berwawasan lingkungan."
Namun saat dicek detikcom pagi ini, tweet itu sudah dihapus. ***