Melihat Diri Anda Lebih Baik, Inilah 6 Langkah yang Dapat Membantu Anda Terhindar Dari Sifat Tercela
RIAU24.COM - MENURUT Imam al-Ghazali, sifat tercela itu banyak dan untuk membersihkannya dibutuhkan usaha yang terus menerus. Dalam kitab Bidayah al-Hidayah, Imam al-Ghazali mengisahkan cara membersihkannya dengan memusatkan perhatian pada tiga kualitas utama tercela.
Ketiga sifat tersebut adalah hasad, riyak dan ujub. Ketiga sifat ini juga sering menjadi masalah bagi mereka yang bertakwa karena mereka juga kalah dalam menghadapi ujian. Menurutnya, jika seseorang rajin membersihkan dirinya dari ketiga sifat tersebut, maka ia akan tahu untuk membersihkan dirinya dari sifat tercela lainnya.
Jika dia tidak mampu melakukannya, maka sulit baginya untuk menghindari sifat keji lainnya. Meskipun seseorang menganggap dirinya memiliki niat baik dalam mencari ilmu, namun belum tentu ia aman dari ketiga sifat keji tersebut.
Tulisan singkat ini hanya berfokus pada salah satu dari tiga sifat keji yaitu sifat ujub. Dalam kitab al-Arba'in fi Usul al-Din, Imam al-Ghazali telah membuat pedoman tentang bagaimana mensucikan diri dari ujub atau merasa kagum atau terkesan dengan diri sendiri.
Menurut Kamus Rumah, ujub berarti mengagumi diri sendiri, kesombongan, kesombongan dan ego. Atribut ini didaftarkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab tersebut sebagai salah satu dari sepuluh hal dasar penyakit hati yang perlu dibersihkan dari hati manusia.
Menurut Imam al-Ghazali, fakta ujub merujuk pada pemuliaan diri antara lain dari aspek kenikmatan yang dimiliki tanpa memandang pemilik nikmat yang sesungguhnya, yaitu Allah.
Namun jika seseorang melihat bahwa dirinya memiliki ilmu, perbuatan dan sejenisnya yang merupakan anugerah Tuhan dan merasa bangga akan hal itu serta khawatir kehilangannya maka itu tidak wajib. Ini karena ujub lebih berarti tidak mengaitkan semua kenikmatan dengan pemberi yang asli, yaitu Allah.
Ujub juga merupakan penyakit yang sulit disembuhkan. Ujj ini menyebabkan seseorang melihat dirinya sendiri dengan pandangan keagungan dan kebesaran daripada melihat orang lain dengan pandangan jijik.
Tanda dari orang ujub ini adalah dia selalu berkata 'Saya seperti ini, seperti ini'. Ini mengikuti sikap yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam surah al-A'raf ayat 12 yang berarti: "(Iblis berkata): Aku lebih baik dari dia (Nabi Adam AS) karena Engkau menciptakan aku dari api dan Engkau menciptakannya dari bumi."
Selain itu, tandanya ujub juga suka meninggikan diri, menganggap diri lebih mampu dari orang lain, suka tampil menonjol dalam diskusi dan tidak suka jika orang lain menolak pandangannya.
Hal ini juga terkait dengan arogansi dimana ia tidak suka diberi nasehat tetapi dirinya suka memberi nasehat secara kasar kepada orang lain. Seseorang yang berpikir bahwa dirinya lebih baik dari orang lain, ini juga dapat dikaitkan dengan arogansi atau arogansi.
Lantas, bagaimana cara membersihkannya? Diantaranya adalah;
1. Perlu diketahui bahwa seseorang benar-benar hebat atau lebih baik terlihat di akhir hidupnya. Tidak diketahui saat ini apa yang akan dia lakukan setelah meninggalkan pos. Jika seseorang berpikir dia lebih baik dari orang lain saat ini, maka dia sebenarnya tidak peduli tentang ini.
2. Jika dia melihat seseorang yang lebih muda, maka dia harus berasumsi bahwa orang muda itu masih kurang jahat dari dirinya yang lebih tua yang melakukan banyak kejahatan.
3. Jika dia melihat orang yang lebih tua, maka dia perlu membayangkan bahwa orang tua itu berbuat baik dulu atau berbuat lebih banyak daripada dirinya yang masih muda dan masih berbuat kurang baik.
Ada berbagai cara dan metode untuk mengikis sifat ujub pada diri sendiri.
4. Jika ia melihat seseorang yang lebih saleh, maka ia harus menganggap bahwa orang tersebut lebih berilmu dan telah diberikan berbagai anugerah dari Tuhan daripada dirinya yang masih cuek.
5. Jika ia melihat orang yang bebal, maka ia harus menganggap bahwa orang bebal itu melakukan perbuatan amoral karena ketidaktahuannya sementara ia sendiri melakukan perbuatan amoral dalam keadaan berpengetahuan.
6. Jika dia melihat seorang kafir, maka dia harus berasumsi bahwa orang kafir itu bisa memeluk Islam sementara dia tidak akan tetap dengan agama Islam ketika dia meninggal.
Semoga dengan cara ini, dapat membantu seseorang untuk mensucikan dirinya dari sifat ujub atau rasa diri yang agung tanpa mengingat nikmat yang diberikan adalah dari Allah dan tanpa merendahkan orang lain.