Kisah Jutaan Pengungsi yang Bergantung Untuk Mendapatkan Pemukiman Baru, Ditengah Dunia yang Telah Menutup Pintu
Untuk 180.000 pengungsi yang terdaftar di UNHCR di Malaysia, yang menganggap dirinya sebagai negara transit dan bukan rumah permanen, pembukaan opsi pemukiman kembali sangat mendesak.
Pengungsi di Malaysia tidak diberi hak untuk bekerja atau mengakses layanan pemerintah termasuk pendidikan, dan harus membayar tarif orang asing untuk perawatan medis, yang beberapa kali lipat lebih tinggi dari tarif lokal, bahkan dengan diskon pengungsi 50 persen. Mereka yang status UNHCRnya tertunda, seringkali selama bertahun-tahun, dianggap tidak berdokumen dan rentan untuk ditangkap.
“Saya selalu menyarankan kepada orang-orang untuk tidak datang ke sini, bahwa tinggal di sini tidak begitu aman dan sulit untuk mendapatkan penghasilan, tetapi orang-orang berpikir datang ke sini lebih baik daripada mati,” kata Dafer Sief, pemimpin komunitas Suriah dan advokat di Kuala Lumpur. “[UNHCR] harus mendorong lebih banyak dalam upaya membantu pengungsi dimukimkan kembali… Harus ada solusi.”
Seperti dikutip Riau24.com dari Al Jazeera yang menghubungi kantor UNHCR Malaysia untuk mendapatkan informasi tentang waktu tunggu rata-rata untuk wawancara, dan situasi Ragdha, tetapi belum menerima tanggapan pada saat publikasi.
Mereka yang memiliki kesempatan untuk dimukimkan tidak dapat memilih negara, tetapi hanya untuk memutuskan apakah akan menerima pilihan yang diberikan UNHCR kepada mereka.
Opsi hari ini terlihat sangat berbeda dari empat tahun lalu, ketika mantan Presiden AS Barack Obama menetapkan batas atas pemukiman kembali AS di 110.000.