Indonesia Makin Gonjang-ganjing Akibat RUU Ciptaker, Puluhan Serikat Buruh Sepakat Mogok Nasional
RIAU24.COM - Puluhan serikat buruh Indonesia sepakat akan melakukan mogok nasional imbas dari pengesahan Rancangan Undang Undang Cipta Kerja. Unjuk rasa serempak nasional itu akan dilakukan pada 6-8 Oktober, sesuai UU 9/1998 dengan segala konsekuensi hukumnya.
"Mengadvokasi segala penolakan yang timbul akibat pelaksanaan Unjuk rasa Serempak nasional dengan nama Mogok Nasional," demikian tuntutan puluhan serikat buruh, Senin (5/10) seperti dilansir RMOL.
Surat kesepakatan aksi bersama itu ditandatangani pimpinan masing-masing lembaga. Tak kurang ada 15 serikat buruh yang rencananya melakukan mogok nasional.
Secara terpisah, Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani saat menjadi narasumber di acara diskusi virtual bertajuk "Kontroversi Omnibus Law dan Ruang Keadilan Sosial Kita" yang diselenggarakan oleh Balitbang DPP Partai Demokrat, Minggu malam (4/10) mengatakan, RUU Cipta Kerja sangat mengancam, baik ruang hidup bagi perempuan di sektor lingkungan hidup, maupun mengancam ruang untuk perempuan dalam lingkungan pekerjaan.
Menurut Tiasri, dalam situasi pandemi Covid-19, warga negara dihadapkan tantangan hidup yang sangat berat, yakni DPR tetap memaksakan pembahasan RUU Cipta Kerja Omnibus Law.
"Saya akan bilang bahwa ini adalah upaya untuk membunuh konstitusi. Karena konstitusi kita sudah menjamin bagaimana tanggungjawab negara untuk memberikan kepastian perlindungan bagi warga negaranya," ujarnya.
Tiasri pun menilai bahwa dengan disahkannya RUU Cipta Kerja tahap 1 oleh DPR RI tanpa memperdulikan suara rakyat, maka rakyat hanya diakui dalam proses Pemilu.
"Ketika RUU ini dibahas dalam situasi bencana dan sudah jelas ada penolakan dari gerakan masyarakat sipil yang bersama-sama secara aliansi nasional tidak diindahkan, lalu rakyat akan berharap kepada siapa? Apakah rakyat akan diakui hanya dalam proses pemilu Pilkada, Pilpres, Pileg?" kata Tiasri.
"Dan ini sudah banyak terjadi bagaimana upaya penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian bahkan ada juga kekerasan yang dilakukan oleh TNI ketika rakyat melakukan aksinya untuk menggunakan hak demonstrasinya atau hak demokrasinya dan ini faktanya terjadi," sambung Tiasri.***