Rusia Tak Pedulikan Ancaman Amerika, Tetap Lanjutkan Kerja Sama Persenjataan dengan Iran
RIAU24.COM - Embargo senjata PBB atas Iran akan berakhir pada 18 Oktober setelah upaya AS untuk memperpanjangnya gagal dalam voting di Dewan Keamanan PBB pada Agustus lalu. Namun AS secara sepihak menyatakan, sanksi PBB terhadap Iran yang pernah dan akan dicabut, termasuk embargo senjata, berlaku kembali.
Amerika juga mengancam negara-negara yang bekerja sama dengan Iran akan merasakan akibatnya, yakni ikut terkena sanksi. Namun ancaman ini sama sekali tak dipedulikan Rusia.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dalam pertemuan dengan mitranya dari Iran Javad Zarif di Moskow mengatakan, negaranya akan melanjutkan kerja sama persenjataan dengan Iran. Dia menegaskan, klaim AS bahwa sanksi terhadap Iran berlaku kembali adalah ilegal.
"Rusia sama sekali tidak akan membangun kebijakan di atas keputusan ilegal serta tak memiliki kekuatan hukum," kata Lavrov.
Dia berharap negara lain mengikuti jejaknya untuk melanjutkan kerja sama dengan Iran. "Fakta bahwa Amerika Serikat mengancam akan memberlakukan sanksi kepada semua yang bertentangan dengan interpretasi mengenai situasi saat ini, sekali lagi, Washington ingin berperilaku seperti banteng di toko China," kata Lavrov.
Dia juga berpandangan, pemerintahan AS saat ini telah kehilangan kemampuan diplomasi.
Embargo senjata terhadap Iran berakhir bulan depan setelah pada Agustus lalu AS gagal mendapat dukungan dari Dewan Keamanan PBB untuk memperpanjangnya.
Presiden Donald Trump lalu mengumumkan 'snapback' terhadap hampir semua sanksi PBB terhadap Iran yang dicabut berdasarkan perjanjian nuklir 2015.
Saat itu AS meneken kesepakatan di bawah kepemimpinan Presiden Barack Obama. Namun pada 2018 Trump menarik AS keluar dari kesepakatan yang juga diteken negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman.
Meski sudah menarik diri, Menlu AS, Pompeo berpendapat bahwa AS masih menjadi 'partisipan' dalam kesepakatan tersebut sehingga masih punya hak untuk menjatuhkan sanksi. Namun argumen hukum snapback ditolak oleh hampir seluruh anggota Dewan Keamanan PBB, bahkan sekutu AS di Eropa.***