Dirgahayu-18, Patriot Manggala Agni Fokus Antisipasi Bencana Ganda
Tepat pada 13 September 2020, Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Manggala Agni genap berusia 18 tahun. Berbeda dengan tahun sebelumnya, peringatan Hari Ulang Tahun kali ini terasa lebih berat. Dikarenakan pandemi Covid-19 yang tengah melanda tanah air dan dunia, para Pahlawan Langit Biru ini dituntut untuk tetap bekerja di lapangan mewaspadai dan mengantisipasi terjadinya karhutla.
"Intinya, kita harus menghindari terjadinya bencana ganda. Di satu sisi karhutla harus tetap diwaspadai, sementara di sisi lain kita juga harus memperhatikan kesehatan karena negara kita masih berada di tengah ancaman wabah Covid-19," ujar Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan Lahan (PKHL) KLHK, Basar Manullang, di Jakarta, 22 September 2020.
Meski dirasa berat, namun Basar mengatakan hal itu tak akan mengurangi konsistensi jajaran Manggala Agni di lapangan. Sebab pihaknya telah memberikan arahan guna memandu para petugas saat melaksanakan tugas.
"Pada hakikatnya kita tetap melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, dengan tetap mematuhi ketentuan pemerintah tentang antisipasi penyebaran dan penanganan Covid-19," tambahnya, dalam rilis yang diterima redaksi Rabu 23 September 2020.
Di Riau saja misalnya, Manggala Agni tersebar pada lima Daerah Operasional (Daops), yakni Pekanbaru, Siak, Rengat, Dumai dan Batam. Menurut Basar, Riau menjadi salah satu daerah yang menjadi perhatian khusus dalam penanganan Karhutla di Indonesia. Hal ini mengingat di Riau terdapat lahan gambut yang luasnya mencapai lebih dari 4 juta hektar. Jika tidak terkelola dengan baik, lahan gambut ini sangat rawan menjadi sumber karhutla.
Sejauh ini, KLHK bersama pemerintah daerah dan para pihak terkait lainnya, terus melakukan berbagai upaya untuk menekan potensi kejadian karhutla di Riau. Di antaranya dengan penataan regulasi ekosistem gambut. Begitu pula halnya dengan tindakan menjaga kondisi gambut tetap basah, melalui pembangunan sekat kanal, embung dan rehabilitasi lahan gambut.
Upaya lainnya adalah pengawasan dan pembinaan bagi pemegang izin pengusahaan kehutanan dan perkebunan, serta peningkatan penyadartahuan pencegahan karhutla dan pemberdayaan masyarakat untuk usaha ekonomi alternatif.
Ditambahkannya, Manggala Agni di Riau dibentuk bersamaan juga dengan provinsi lainnya yaitu Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah pada 13 September 2002 silam. Sehingga saat ini, usianya telah genap 18 tahun.
Sejak dibentuk hingga berjalan pada kondisinya seperti saat ini, Basar mengatakan pihaknya merasa bersyukur mengingat sinergitas para pihak terkait pengendalian karhutla semakin menguat. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI, POLRI, sektor swasta kehutanan/perkebunan, dan elemen masyarakat, terus bahu-membahu membangun sinergitas dalam pengendalian karhutla.
"Kondisi ini kita harapkan dapat terus berjalan dan semakin lebih baik pada masa-masa mendatang," tambahnya.
Menurutnya, saat ini paradigma penanganan Kahutla telah bergeser dengan lebih mengutamakan upaya Pencegahan, daripada pemadaman. Pengendalian karhutla tidak hanya dilakukan saat banyak terjadi kejadian karhutla, namun upaya pencegahan telah mulai pada fase awal siklus karhutla sebelum memasuki fase krisis.
Pelaksanaan TMC
Salah satu upaya pencegahan yang dilaksanakan saat ini adalah rekayasa hujan melalui operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Dengan adanya operasi ini, tidak hanya penanganan karhutla yang menjadi tujuan. Karena dengan adanya hujan buatan, bisa membasahi lahan gambut, mengisi kanal, embung serta kolam retensi. Pembasahan lahan gambut ini diharapkan akan menekan potensi terjadinya karhutla.
Dalam pelaksanaannya, operasi TMC ini mewujudkan sinergitas para pihak dalam pengendalian karhutla. Operasi TMC diupayakan bersama oleh KLHK, BNPB, BPPT, TNI AU, BMKG, Satgas Dalkarhutla Provinsi dan mitra kerja.
Sepanjang tahun 2020 ini, TMC dilakukan di Provinsi Riau bersama provinsi tetangga seperti Jambi, Sumatera Selatan serta Kalimantan Barat. Secara khusus sampai saat ini operasi TMC di Riau telah dilakukan sebanyak tiga periode, yaitu pada tanggal 18 Februari hingga 2 April, dilanjutkan pada 14 hingga 31 Mei, dan 12 Agustus hingga saat ini.
Menurut Basar, penanganan Karhutla sesungguhnya adalah tanggung jawab semua sektor terkait, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan yang terpenting adalah adanya peran serta masyarakat.
"Sebagai Brigade Pengendalian Karhutla KLHK, kita berharap Manggala Agni dapat mendorong peran semua sektor tersebut, baik yang bertindak sebagai pembuat kebijakan juga sebagai pemangku kawasan hutan dan lahan, dan terus memperkuat sinergi dalam pengendalian karhutla," ujarnya.
Tugas besar ini perlu didukung dengan upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang pengendalian kebakaran hutan dan lahan melalui pengayaan kompetensi dalam pengendalian karhutla. Selain itu pula status kepegawaian Manggala Agni menjadi perhatian serius KLHK untuk lebih ditingkatkan.
Menurut Basar, KLHK berupaya mewujudkan Manggala Agni sebagai Centre of Excelence, di mana lembaga ini diharapkan dapat berbagi ilmu dan kemampuan serta keterampilan dalam penanganan Karhutla kepada seluruh pihak terkait. Selanjutnya, bersama-sama mencegah terjadinya karhutla.
"Di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini, upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla tidak boleh surut. Sebab, bila terjadi karhutla, maka beban masyarakat tentu akan semakin bertambah. Yang pasti, demi kesehatan dan keselamatan bersama dalam melaksanakan tugasnya mereka harus menerapkan protokol pencegahan Covid-19," tambah Basar.
Untuk program sosialisasi pencegahan Karhutla, petugas Manggala Agni melakukannya dengan melakukan kampanye dan penyadartahuan kepada masyarakat pada saat patroli. Selain itu, monitoring hotspot (titik panas) dan deteksi dini, juga terus dilakukan melalui pemantauan data satelit.
"Selain itu, setiap laporan adanya titik panas kita tindaklanjuti dengan melakuan groundcheck atau pengecekan lapangan, karena tidak semua titik panas merupakan kejadian karhutla" sambungnya.
Menurut Basar, selama 18 tahun perjalanannya, Manggala Agni telah menunjukkan pengabdiannya dalam pengendalian karhutla di tanah air.
"Kami bersyukur dan bangga, karena hal itu sekaligus menunjukkan sikap konsisten Manggala Agni terhadap tugas-tugas yang diembannya. Yang pasti, harapan kami di masa pandemi Covid-19 ini, semangat Manggala Agni tidak boleh pudar, Manggala Agni Patriot Indonesia harus tetap tangguh," tegasnya.
Senada dengan Basar, Koordinator Wilayah Manggala Agni Riau Edwin Putra menyampaikan sejak pandemi Covid-19 terjadi, ada beberapa perubahan yang dilakukan pihaknya dalam melaksanakan kegiatan di lapangan.
Khususnya yang berkaitan dengan interaksi dengan masyarakat dalam jumlah banyak. "Kalau dulu kita mengumpulkan warga guna melakukan sosialisasi. Sekarang tidak bisa seperti itu. Sebagai gantinya kita mendatangi warga satu per satu, ini untuk menghindari kontak dengan banyak orang atau physical distancing, sesuai himbauan dalam mematuhi protokol kesehatan Covid-19," ujarnya.
Meski dirasakan lebih berat, namun langkah ini tetap harus dilaksanakan karena berkaitan erat dengan pencegahan terjadinya karhutla, khususnya di beberapa titik yang dinilai rawan. "Petugas di lapangan dalam bertugas tetap dilengkapi dengan alat pelindung diri pencegahan Covid-19, seperti mengenakan masker, hand sanitizer dan menjaga jarak," terang Edwin.
Di samping itu, pihaknya juga mengencarkan komunikasi digital dengan pihak terkait di lapangan, seperti dengan Masyarakat Peduli Api (MPA), Babinsa juga Bhabinkamtibmas. "Meski tidak bertemu langsung, komunikasi dan informasi tetap terjaga sebagai upaya sinergitas dalam pengendalian karhutla," pungkas Edwin. ***