Sekjen PDI-Perjuangan: Calon Tunggal Bagian Demokrasi
RIAU24.COM - JAKARTA- Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebutkan, calon Tunggal di proses Pilkada bukanlah racun demokrasi. Karena langkah Parpol memberikan dukungan kepada calon kepala daerah yang kuat adalah bagian demokrasi.
Sementara itu, ada pendapat bahwa pemborongan dukungan partai politik adalah startegi yang paling mudah untuk memperoleh kemenangan.
zxc1
"Ketika partai lain melihat ada sebuah proses yang berjalan, sektoral yang cukup baik, kemudian tidak mau bersaing memunculkan kadernya, kemudian memberikan dukungan kepada partai yang kuat, ini juga bagian dari demokrasi. Jadi calon tunggal bukan racun bagi demokrasi," katanya saat ditemui wartawan, Jakarta, Jumat (11/9/2020).
zxc2
Menurut Hasto, inilah demokrasi yang sesungguhnya. Karena ada proses kontestasi. "(Dan kontestasi) membuka sebuah ruang demokrasi," jelas Hasto.
Begitu juga dengan ambang batas pencalonan kepala daerah yang mewajibkan para calon kepala daerah memperoleh dukungan Parpol sebanyak 20 persen dari jumlah kursi DPRD.
"Itu jaminan efektivitas pemerintahan. Anda bisa bayangkan kalau seorang kepala daerah hanya punya satu kursi [pendukung di DPRD]. Dia harus mengelola sekian parpol. Bagaimana nanti konsolidasinya?" kata dia.
Berdasarkan sejarah, kemunculan calon tunggal dari Pilkada 2015 saat Surabaya hanya memiliki pasangan calon Tri Rismaharini-Whisnu Bakti Buana. Saat itu, pasangan ini terancam tidak bisa maju karena tidak ada penantang. Fenomena yang sama saat itu terjadi juga di Blitar, Jatim.
Berdasarkan masa pendaftaran Pilkada yang berakhir Minggu (6/9/2020). Terdapat 28 daerah yang hanya memiliki satu bakal pasangan calon (bapaslon) atau calon tunggal. KPU memperpanjang pendaftaran peserta pilkada khusus di 28 daerah tersebut.