Kenalkan, Ini Sosok Sa'ad Jundallah, Ibundanya Para Mujahid Palestina, Begini Sepak Terjangnya Melawan Israel
Pada tahun 1978, ia menikah dengan Sayyid Mahmud Khalil. Bersama suami, ia membentuk keluarga yang menghidupkan Alquran di rumahnya. Sunah-sunah tak pernah absen dari kediaman mungil mereka. Tarbiyah telah membuat Sa"ad dan anak-anaknya yakin jika penjajahan adalah nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam.
Sa"ad menanamkan kepada anak-anaknya untuk menjadi pemuda yang terpaut hatinya dengan masjid. Masjid adalah tempat menempa para pejuang. Ia mewajibkan anak lelakinya untuk menunaikan shalat berjamaah di awal waktu. Pembiasaan ini berujung pada kuatnya mentalitas Islam dalam diri anak-anaknya.
Setelah memiliki dasar Islam yang kuat, Sa’ad juga selalu menanamkan nilai mental pejuang dan kewibawaan sebagai umat Islam kepada anak-anaknya. Ia juga menanamkan kecintaan terhadap Palestina. Sebuah tanah yang dibagi-bagi dan dibatasi penindas bernama Israel.
Sa’ad pun memutuskan melawan. Ia beruntung, anak keduanya, Ahmad, tumbuh menjadi sosok pemberani. Bahu membahu, ibu-anak ini memiliki tugas baru. Menyuplai makanan dan logistik bagi pejuang-pejuang Palestina. Saat itu usia Ahmad baru 15 tahun. Teman-teman sebayanya masih sibuk dengan dunia remaja, main bahkan urusan roman picisan, Ahmad sudah mengambil bagiannya dalam jihad.
Baik Sa"ad mau pun suaminya, tak mengeluh meski hartanya terkuras untuk menyuplai pejuang Palestina. Baginya, jihad adalah menyerahkan semua yang ia mampu untuk agama Allah SWT. Termasuk, harta dan jiwa.
Karena itu pula, Sa"ad tak merasa terpukul ketika mendapat kabar bahwa anaknya Ahmad, dikepung pasukan Zionis. Ahmad tertangkap dan akhirnya syahid dalam perjuangannya.