Dinilai Buang-buang Uang, Kebijakan Menteri Erick Thohir Ini Dikhawatirkan Bikin BUMN Jadi Bangkrut
RIAU24.COM - Menteri BUMN Erick Thohir saat ini tengah kadi sorotan. Hal itu terkait dengan kebijakannya yang mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada jajaran direksi BUMN.
Di dalam SE itu disebutkan, para direksi dipersilakan merekrut lima staf, masing-masing bergaji maksimal Rp50 juta per bulan.
Kebijakan ini yang dipertanyakan. Pasalnya, dengan kondisi BUMN yang benyak merugi saat ini, kebijakan Erick itu dinilai sebagai aksi buang-buang yang. Bahkan lebih fatal lagi, kebijakan itu dikhawatirkan bakal membuat peeusahaan plat merah itu jadi bangkrut.
Apalagi kondisi perekonomian Indonesia saat ini tengah terpuruk, di mana pertumbuhan ekonomi berada di minus 5,23 persen, ditambah utang luar negeri yang tembus triliunan rupiah.
“Jadi perlu open minded, jangan menambah beban,” lontar Direktur Eksekutif Political and Public Policy, Jerry Massie, Senin 7 September 2020.
Dilansir rmol, Jerry mengatakan, seharusnya Menteri Erick membuat program pembenahan, seperti riset di BUMN atau pun jurnal setiap direksi dan komisaris. Hal itu akan jauh lebih bail dibanding kebijakan yang hanya membuang-buang uang negara.
“Namun yang terpenting, Erick mendorong BUMN agar tak rugi seperti Pertamina rugi Rp11 triliun,” tegas Jerry.
Jerry juga khawatir, kebebasan ini membuat jabatan staf ahli itu hanya akan diisi orang-orang tak berpengalaman. Ujung-ujungnya, BUMN juga yang nanti akan merugi.
"Ini berpotensi (membuat) BUMN bangkrut,” tegasnya.
Untuk diketahui, kebijakan Erick itu tercantum dalam Surat Edaran (SE) 9/2020 tentang Staf Ahli Bagi Direksi BUMN yang ditandatangani Erick pada 3 Agustus 2020.
Dalam SE itu disebutkan, dalam rangka mendukung tugas direksi BUMN, diperlukan staf ahli untuk memberikan masukan dan pertimbangan terhadap permasalahan di perusahaan. Staf ahli direksi BUMN nantinya dipekerjakan sesuai sistem kontrak dan digaji hingga puluhan juta rupiah.
"Penghasilan yang diterima staf ahli berupa honorarium yang ditetapkan oleh direksi dengan memperhatikan kemampuan perusahaan, dan dibatasi sebesar-besarya Rp50.000.000 per bulan serta tidak diperkenankan menerima penghasilan lain selain honorarium tersebut," demikian termaktub dalam SE tersebut. ***