Tak Mau Kalah, ASN Perempuan di Indonesia Kini Mulai Banyak Lakukan Poliandri
Punya pasangan hidup lebih dari satu selama ini umumnya dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN) pria. Namun belakangan, juga muncul fenomena ASN perempuan yang memiliki suami lebih dari satu atau poliandri.
Fenomena tersebut diungkapkan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB), Tjahjo Kumolo saat memberikan sambutan di acara Peresmian Mal Pelayanan Publik (MPP) di Jalan Jenderal Sudirman, Solo, Jawa Tengah, Jumat (28/8).
Mulanya, Tjahjo menceritakan mengenai pengalaman dirinya selama satu tahun menjabat sebagai Menteri PANRB yang bertugas memutuskan memberi sanksi ASN yang melanggar disiplin.
"Jelas kalau masalah radikalisme terorisme sanksinya nonjob. Kalau tidak mau kami pecat. Yang kedua, ASN harus memahami area rawan korupsi, dana hibah, dana bansos, retribusi dan pajak. Yang ketiga, masalah narkoba, pemakai atau pengedar sanksinya pecat," ujarnya seperti dilansir Republika.
Selanjutnya, Tjahjo membeberkan mengenai pelanggaran ASN yang memiliki istri lebih dari satu. Pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto, lanjutnya, ASN tidak boleh punya istri dua. Seban syaratnya berat.
"Sekarang pun ASN mau nikah lagi syaratnya harus ada izin istri tertulis dan izin pimpinan, harus memenuhi dua syarat itu," jelasnya.
Ditambahkannya, kasus poligami ASN berdasarkan atas aduan istri masih ada yang yang diberi sanksi nonjob, tetapi tidak dipecat. "Saya juga pernah memutuskan perkara pernikahan tetapi ASN wanita yang punya suami lebih dari satu. Ini fenomena baru, ini kan sesuatu hal yang repot kalau ada pengaduan dari suami yang sah dan didukung oleh pengaduan pimpinan. Ini tren baru, karena biasanya laporan yang masuk itu kasus poligami," ungkap Cahyo.
Menurutnya, kasus tersebut hanya salah satu contoh. Dia menyebut, dalam satu tahun ini ada sekitar lima laporan kasus poliandri. Setiap bulan, Kementerian PANRB bersama Badan Kepegawaian Nasional (BKN) hingga Kementerian Hukum dan HAM menggelar sidang untuk memutuskan perkara pelanggaran ASN, termasuk masalah keluarga tersebut.
"Dalam memutuskan masalah keluarga, kami tidak mau hanya katanya, tidak mau pengaduan dari temannya. Harus ada bukti, harus izin suami atau sebaliknya," kata Tjahjo.***