Soal Kasus Djoko Tjandra, Polisi Dinilai Lebih Transparan Ketimbang Jaksa, Begini Faktanya
RIAU24.COM - Sorotan datang dari Sekjen PPP, Arsul Sani, terkait penanganan kasus Djoko Tjandra. Ia menilai, lembaga Kepolisian lebih transparan kepada publik dibandingkan dengan pihak Kejaksaan Agung. Khususnya dalam hal mengusut dugaan keterlibatan jajarannya dalam kasus itu.
Sejauh ini, dua pejabat Polri sudah menjadi tersangka terkait kaburnya Djoko Tjandra, yaitu Brigjen Prasetio dan Irjen Napoleon Bonaparte. Sedangkan Kejaksaan Agung baru menetapkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka, meski banyak pihak yang meyakini bahwa Pinangki bukan satu-satunya oknum di Kejaksaan yang terlibat dalam kasus itu.
"Kalau bandingannya adalah Polri, ya, harus diakui bahwa Kejagung kalah transparan kepada publik dalam menangani kasus jaksa Pingaki," lontarnya, Kamis 27 Agustus 2020 di Jakarta.
Menurutnya, Komisi III DPR tempat ia bernaung saat ini, tengah menyoroti keterlibatan tindak pidana umum dalam kasus yang menjerat Jaksa Pinangki. Karena itu, pihaknya menyarankan Polri ikut serta menangani kasus jaksa Pinangki tersebut. Sebab, hal itu juga merupakan bagian dari wewenang Polri.
Untuk diketahui, pihak Kejaksaan menangani kasus Jaksa Pinangki yang berkaitan dengan etik dan dugaan korupsinya. Dari perkembangan sejauh ini, Jaksa Pinangki diduga ikut serta mengondisikan upaya PK yang dilakukan Djoko Tjandra. Karena keterlibatannya itu, ia disebut-sebut dijanjikan hadiah atau pemberian sebesar USD 500 ribu atau setara Rp7 miliar.
Beli BMW
"Selebihnya untuk mencari bukti tentang aliran dana yang sempat dibelikan mobil BMW," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono.
Namun Hari tidak membeberkan lebih lanjut mengenai aliran uang untuk pembelian mobil pabrikan Jerman itu.
Sejauh ini, Pinangki sudah menjalani proses penahanan. Dalam kasus ini, ia dijerat Pasal 5 (ayat 1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mengenai besaran duit suap yang diduga diterima jaksa Pinangki, tim penyidik Kejagung menyebut dugaan penerimaan suap sekitar USD 500 ribu atau sekitar Rp7 miliar. ***