Wakil Ketua MPR Sebut Kebijakan Menteri Nadhiem Abaikan Sejarah Dua Ormas Islam Terbesar
RIAU24.COM - JAKARTA- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hidayat Nur Wahid mengapresiasi langkah dua organisasi Masyarakat (Ormas) Islam terbesar di Indonesia. Yakni, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP).
“Saya dukung sikap Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama,” ujar wakil ketua Majelis Syuro PKS itu dalam akun Twitter pribadi, Kamis (23/7/2020).
zxc1
POP sendiri merupakan program peningkatan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia yang digagas oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud.
Tetapi, kata Hidayat, ada bentuk pengabaian oleh Menteri Pendidikan dalam kebijakannya atas peran dua ormas tersebut. “Pengabaian akan peran besar mensejarah Muhammadiyah dan NU sebagai organisasi penggerak program pendidikan adalah suatu ketidakbijakan yang pantas dikritisi dan ditolak,” tegasnya.
Memang sampai saat ini belum diketahui apakah anggaran POP jelas atau tidak. Tetapi sebagaimana yang disampaikan dalam keluhan Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno atas ketidakjelasan.
Hidayat pun menyebutkan, Kemendikbud berhati-hati dalam menjalankan program ini. Soalnya, program ini melibatkan uang negara hingga ratusan miliar. Untuk itu, ia menekankan seleksi dilakukan secara objektif tanpa memandang asal organisasi.
zxc2
Seperti diketahui, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dianggap mengeluarkan kebijakan mengecewakan. Karena memberikan dana hibah puluhan miliar untuk organisasi pendidikan milik konglomerat.
Yakni, Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation masing-masing sebesar Rp20 miliar.
Hal ini pun diungkapkan oleh Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda. "Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp 20 miliar untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak di lebih 100 sekolah," ujarnya.
Total anggaran untuk program tersebut adalah Rp567 miliar per tahun yang bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Agar program ini berjalan, maka dilibatkan lah organisasi masyarakat sebagai pihak yang membuat dan mengelola pelatihan guru. Ormas diseleksi berdasarkan proposal rencana pelatihan yang disodorkan. Jika lolos seleksi, ormas bakal diberi dana yang besarnya sesuai kategori. Kategori gajah diberi dana hingga Rp 20 miliar, kategori macan dengan dana hingga Rp 5 miliar, dan kategori kijang dengan dana hingga Rp 1 miliar.
Yayasan Putera Sampoerna lolos pada kategori macan dan gajah. Sedangkan Yayasan Bhakti Tanoto lolos pada kategori gajah sebanyak dua kali. Pertama untuk pelatihan guru SMP, kedua untuk guru SD.
Hal ini tentu saja janggal, karena yayasan-yayasan milik perusahaan raksasa itu bisa menerima anggaran dari pemerintah. Padahal, yayasan-yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan alias CSR.
"Lah, ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru? Logikanya sebagai CSR, yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri," tegas politisi PKB itu.
Menurut Dirjen Tenaga Guru dan Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril pihaknya tidak ikut campur dalam teknis seleksi peserta organisasi penggerak. "Kami melibatkan lembaga independen, yaitu Smeru Research Institute. Penentuan ormas yang lolos dilakukan yang Kemendikbud tidak intervensi," ujarnya.
Sementara itu, Communications Director Tanoto Foundation, Haviez Gautama membantah telah menerima dana sebesar Rp 20 miliar dari Kemendikbud. "Kami tidak menerima," ujarnya.
Haviez menerangkan, Tanoto menginvestasikan dana pengembangan pendidikan melalui program PINTAR bernilai ratusan miliar rupiah. Pada 2018, Tanoto Foundation mengucurkan dana kontribusi untuk pendidikan sekitar Rp 111,1 miliar dan 2019 naik mejadi sekitar Rp 155 miliar untuk pengembangan pendidikan. "Jadi, kami bukan menerima, malah kami melakukan investasi untuk memajukan pendidikan," klaim dia.