Dorong Percepatan Sertifikasi ISPO, Ini Langkah Yang Dilakukan Pemerintah
RIAU24.COM - Jakarta - Pemerintah sedang mendorong percepatan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi perusahaan perkebunan dan atau pekebun kelapa sawit tanah air pasca keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, untuk menunjang percepatan, pemerintah juga sedang menyelesaikan status legal dari 3,4 juta hektare kebun sawit. Saat ini lahan tersebut masih diidentifikasi berada di dalam kawasan hutan, baik dari kuasa perusahaan maupun perusahaan.
Saat ini, ujar Musdhalifah, pemerintah sedang menyiapkan informasi dan dokumen legal dari setiap kawasan yang telah ditanami kelapa sawit untuk mencari jalan keluarnya. "Baik jalan keluar berupa enforcement, atau jalan keluar larena memang sejarahnya mungkin sebelum ditetapkan sebagai kawasan hutan namun sudah menjadi perkebunan kelapa sawit," ujar Musdhalifah dalam sebuah diskusi virtual, Rabu 15 Juli 2020.
Saat ini, pemerintah juga sedang menyiapkan basis aturan (rule base) oleh sejumlah kementerian. Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Riau akan dijadikan prioritas untuk dijadikan proyek percontohan (pilot project) yang akan direplikasi di wilayah lain. "Kami harapkan inisiatif ini mendapat respons baik sebagai upaya perbaikan dan tata kelola kelapa sawit kita," kata dia.
Dalam Perpres 44/2020 menyebutkan perlu adanya Dewan Pengarah yang masih dalam tahap pengundangan. Kemudian, juga perlu ada Komite ISPO yang mana konsepnya segera ditandatangani oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Dalam implementasinya ISPO akan ditandatangani oleh dua kementerian, yaitu Menteri Pertanian untuk mengatur prinsip rantai pasok hulu dan Menteri Perindustrian untuk mengatur prinsip dan kriteria rantai pasok hilir.
"Untuk peraturan di hulu sudah dalam finalisasi dan sudah dilakukan public hearing. Di hilir sudah diinisiasi penyusunannya sehingga bisa implementatif di lapangan," tutur Musdhalifah seperti dilansir tempo.co
Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Anwar Sunari menyebutkan pendanaan sertfikasi ISPO diajukan oleh perusahaan perkebunan yang dibebankan kepada masing-masing perusahaan. Kemudian, pendanaan sertifikasi yang diajukan oleh pekebun, dapat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau pun daerah (APBD), serta dan sumber lain yang sah, termasuk BPDPKS.
"Namun, masih ada perbaikan dari Direktorat Jenderal Perkebunan (Kementan) tentang pedoman teknis dalam kerangka pendanaan BPDPKS," ujar Sunari.
Direktur Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), Kementan, Kasdi Subagyono mengatakan tengah menyusun Permentan yang mengatur prinsip dan kriteria perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Setidaknya ada tujuh prinsip yang diturunkan jadi 37 kriteria dan 173 indikator untuk perusahaan. Sementara, untuk pekebun hanya dituntut dalam lima prinsip yang diturunkan jadi 21 kriteria dan 33 indikator.
"Kementan masih dalam on progress dalam rangka siapkan Permentan setelah Perpres 44 tahun 2020," ujar Kasdi.***