Angkanya Bikin Geleng-Geleng Kepala, Segini Pendapatan 564 Komisaris BUMN yang Rangkap Jabatan Dalam Sebulan
RIAU24.COM - JAKARTA - Ombudsman menyatakan terdapat indikasi rangkap jabatan 564 komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usahanya pada 2019.
Indikasi tersebut terdiri dari 397 Dewan Komisaris di BUMN. Adapun, 167 indikasi lainnya ditemukan pada anak perusahaan BUMN.
Salah satu komisaris BUMN yang enggan disebutkan namanya menyebutkan, jika take home pay (gaji, tunjangan, kunjungan kerja, dan lain-lain) setiap komisaris sebesar Rp65 juta per bulan, maka pendapatan 564 komisaris BUMN yang rangkap jabatan itu mencapai Rp36,6 miliar per bulan.
“Artinya dalam setahun, BUMN harus menggaji 564 komisaris rangkap jabatan sebesar Rp439 miliar atau Rp2,2 triliun selama lima tahun,” ucapnya seperto dikutip Pojoksatu.id, minggu (5/7/2020).
Direktur Said Aqil Siroj Institute, M. Imdadun Rahmat menilai bahwa rapor tata kelola Kementerian BUMN tergolong merah.
Imdadun mengungkapkan keprihatinannya dengan temuan pelanggaran berjumlah besar di Kementerian BUMN.
“Lima ratus lebih temuan itu mengindikasikan parahnya keadaan. Kementerian BUMN itu membawahi aset negara yang bernilai sangat besar. Perannya strategis, sebab melalui BUMN lah negara memenuhi hajat hidup orang banyak. Kalau tidak akuntabel bisa membahayakan negara,” tegas M. Imdadun Rahmat melansir pojoksatu.id beberapa waktu lalu.
Menurut Imdadun, rangkap jabatan sebanyak itu merupakan pemborosan uang negara. Negara akan kehilangan kemampuan memenuhi pelayanan dasar bagi rakyat jika ada inefisiensi.
Dari sisi norma, hal ini merupakan pelanggaran kepantasan dan etika publik. Larangan rangkap jabatan bermakna bahwa seorang pejabat dituntut fokus pada tanggungjawabnya.
Dari sisi manajemen ini menunjukkan buruknya tata kelola. Sedangkan dari sisi fatsun politik, ini menandakan masih kuatnya budaya politik lama yakni politik dagang sapi.
Ia menegaskan, dalam situasi krisis akibat pandemi Covid-19 fenomena rangkap jabatan di BUMN berseberangan dengan semangat pidato Presiden. Presiden, kata mantan ketua Komnas HAM ini, menginginkan adanya sense of crisis. Wujudnya penghematan, kerja cepat, fokus pada tanggungjawabnya, dan akuntabilitas.
“Temuan Ombudsman ini harus menjadi alarm bagi Pak Erick Thohir. Rangkap jabatan lebih dari 500 kasus menunjukkan ini kebijakan by desaign bukan by accident. Dalam situasi krisis pandemik begini, ini momentum pembenahan dan bersih-bersih. Para pemimpin BUMN perlu sensitif pada suara publik yang sedang menderita,” tandasnya.
Sebelumnya, anggota Ombudsman RI Alamsyah menjelaskan indikasi rangkap komisari BUMN berpotensi merugikan negara, karena aka nada sifat conflict of interest atau konflik kepentingan.
Alamsyah menambahkan para komisaris yang terindikasi rangkap jabatan itu berasal dari berbagai sektor, mulai dari aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, akademisi, hingga simpatisan partai politik.
Tren penunjukkan komisaris BUMN dan anak usaha dari kalangan militer masih berlanjut pada 2020. Contohnya, Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Marsekal Marsekal Madya Andi Pahril Pawi sebagai Komisaris Independen PT Bukit Asam Tbk. (PTBA).
Dia merupakan Jenderal bintang dua di TNI AU yang sebelumnya menjabat sebagai Pejabat Tinggi Mabes TNI AU dan Staf Ahli Bidang Hankam BIN (Badan Intelijen Negara).
Erick juga mengangkat perwira tinggi Polri Irjen Carlo Brix Tewu yang sebagai Komisaris PTBA. Carlo juga saat ini menjabat sebagai Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN.
Di sisi lain, emiten tambang PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) juga dimasuki oleh petinggi Polri Bambang Sunarwibowo yang kini menjabat sebagai komisaris.
Sebelum itu, Bambang juga pernah menduduki posisi komisaris di emiten tambang pelat merah PT Timah Tbk. (TINS). Saat ini, Bambang juga menjabat sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN).
Hal yang sama juga dilakukan Erick dalam menunjuk komisaris untuk BUMN karya. Belum lama ini, Purnawirawan TNI Dody Usodo Hargo diangkat sebagai Komisaris Utama PT Adhi Karya Tbk.