Ternyata Ini yang Membuat Anies Baswedan Tak Disukai Pemilih Jokowi
RIAU24.COM - Berdasarkan Hasil survei Indikator Politik pada Mei 2020, elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi turun setelah adanya pandemi Covid-19.
Diberitakan Tempo.co, Senin, 22 Juni 2020 Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, turunnya elektabilitas Anies disebabkan oleh pemilih partisan di Pilpres 2019.
Dia mengatakan ada dua variabel yang mempengaruhi elektabilitas. Pertama, popularitas dan yang kedua, sikap partisan. Terkait kasus Anies, dia menyebutkan popularitas sudah sangat tinggi, tapi tidak disukai pemilih yang sebelumnya sudah memiliki tendensi mendukung Joko Widodo di Pilpres 2019 lalu.
"Orang memilih bukan karena semata kinerja. Ada faktor lain, misal pilihan di 2019," ujarnya, Ahad 21 Juni 2020. "Kenapa pendukung Pak Jokowi kurang tertarik dukung Mas Anies? Ini jawabannya partisan."
Survei Indikator pada Mei 2020, menunjukkan elektabilitas Anies turun 2 persen, dari survei Februari 2020. Di Februari Anies mendapat 12,1 persen, sementara Mei 10,4 persen.
Dijelaskannya, Covid-19 membuat elektabilitas beberapa nama kepala daerah meningkat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, misalnya, naik dari 3,8 persen menjadi 7,7 persen. Angka ini menurutnya karena Ridwan responsif menangani pandemi, dan mendapat sorotan dari media.
Tapi dalam kasus Anies berbeda. Ia justru menjadi Kepala Daerah yang paling dikenal dibanding yang lain. Namun, justru karena sudah populer, maka meski pun kebijakannya banyak disorot media, tapi hal itu tidak banyak berpengaruh.
"Di survei bulan Februari Mas Anies ini dikenal. Artinya kalau sering tampil di media itu tidak terlalu banyak gunanya. Jadi kalau sudah dikenal lebih dari 90 persen, ruang menaikkan elektoral bukan dari popularitas. Tapi dari kinerja, tingkat kesukaan, dan seterusnya," jelas Burhanuddin.
Masih menurut Burhanuddin mengatakan tingkat kesukaan kepada Anies, menurut surveinya di bulan Februari lebih rendah dibanding rata-rata kepala daerah. Anies berada di angka 60 persen, sementara kepala daerah lain tingkat disukainya tidak ada yang di bawah 80 persen.
Tingkat kesukaan ini, menurutnya sulit diubah. Tidak seperti popularitas. Karena akan lebih sulit membuat orang berubah pandangan dari tidak suka menjadi suka, ketimbang dari tidak kenal menjadi kenal.
"Padahal menurut voting behaviour akan jauh lebih mudah meningkatkan elektabilitas dari sisi popularitas ketimbang dari sisi peningkatan kesukaan," tuturnya.