Menu

Novel Baswedan Sebut Penanganan Perkara Penganiayaan Dirinya Janggal

Bisma Rizal 16 Jun 2020, 16:14
Novel Baswedan Sebut Penanganan Perkara Penganiayaan Dirinya Janggal (foto/int)
Novel Baswedan Sebut Penanganan Perkara Penganiayaan Dirinya Janggal (foto/int)

RIAU24.COM - JAKARTA- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan angkat bicara atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa penyiraman air keras.

Jaksa menuntut Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dengan hukuman satu tahun penjara.

zxc1

Padahal keduanya dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel. Sebagaimana keduanya menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4.

Novel menilai, sejak persidangan tersebut digelar ada banyak hal yang janggal. Pertama, penggiringan opini bahwa air yang digunakan pelaku untuk menyiram bukan air keras.

"Menurut saya kejanggalan yang paling nyata adalah ketika di persidangan jaksa dan hakim atau sebagian hakim setidak-tidaknya, sudah punya pandangan bahwa seolah-olah digiring opini air itu adalah air aki, bukan air keras," kata Novel dalam diskusi online bertajuk "Menakar Tuntutan Jaksa dalam Kasus Novel Baswedan" Senin (15/6/2020).

zxc2

Upaya penggiringan tersebut, kata Novel, terlihat dari klaim tidak ada bekas noda air keras pada baju yang Novel gunakan saat penyiraman itu. 

Novel menyebutkan, padahal baju yang ia gunakan sudah tergunting dan bekas guntingannya tidak bisa ditemukan.

"Lalu ada fakta yang menunjukkan beton yang kena air keras itu ada bekas warna atau melepuh itu di dokumentasi dari tim dari laboratorium forensik yang melakukan olah TKP, tapi itu tidak digunakan sebagai alat bukti," ujar dia.

Ia pun mengaku, sudah memberikan berbagai bukti pada hakim terkait dugaan penyiaraman menggunakan air keras. "Namun seolah-olah tidak dianggap dan tidak dipertimbangkan," tuturnya.

Kejanggalan kedua, kata Novel, tidak diperiksanya saksi kunci pada kasus tersebut. Novel menyebutkan, hanya sebagian saksi saat kejadian dan setelah kejadian yang diperiksa.

"Saksi-saksi kunci yang mengetahui peristiwa dan sebelum kejadian tidak diperiksa. Hanya sebagian saja saksi saat kejadian dan setelah kejadian yang diperiksa," kata dia.

Ia menyatakan, sebelum kejadian ada yang tak dikenal sudah mengamatinya. Dan terdapat saksi mata yang melihat hal tersebut.

Oleh karena itu, ia menilai pemeriksaan saksi kunci sebelum peristiwa dan saat penyiraman air keras terjadi penting dilakukan agar fakta mengenai pelaku yang sebenarnya dan motif penyerangan bisa terungkap.

"Hal ini akan terkonfirmasi ketika saksi-saksi yang mengetahui melihat dengan jelas," ujar dia. 

Novel pun merasa heran mengapa penyidik tidak memeriksa saksi-saksi kunci tersebut. Padahal, ia mengaku sudah mengingatkan penyidik bahwa ada saksi-saksi yang belum diperiksa.

"Bahkan beberapa saksi ada yang memotret pelakunya. Ketika ini diabaikan, ini sesuatu hal yang sangat vulgar dan saya kira itu konyol sekali, keterlaluan sekali," ucap Novel.

Ia juga menilai, ada tindak manipulasi dalam proses penanganan kasus penyiraman air keras pada dirinya.

Selain upaya penggiringan opini bahwa air yang digunakan untuk menyiram Novel adalah air aki, tetapi lanjut Novel, ada juga upaya penggiringan opini yang menunjukkan pelaku penyiraman hanya dua orang dengan motif pribadi.

Novel menilai, upaya manipulatif ini sangat berbahaya bagi masa depan hukum di Indonesia. Kejadian manipulatif tersebut menjadi bukti wajah hukum buruk.

"Apabila saya sebagai seorang aparat penegak hukum saja, sebagai hal yang kasusnya sudah terpublikasi dengan masif berani diperlakukan dengan cara-cara begitu, atas lain kepada masyarakat umum, masyarakat awam lainnya dan ini tentu bukan dalam rangka mengecilkan tapi ini bentuk kekhawatiran yang serius," ujar Novel.

"Maka saya katakan, bahwa ini bentuk karut marut dan wajah hukum yang luar biasa buruk sekali," kata dia.