Terdakwa Dugaan Korupsi Alih Fungsi Hutan Riau Segera Disidangkan
RIAU24.COM - PEKANBARU - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 16 Juni 2020 melimpahkan berkas perkara terdakwa Suheri Terta, terkait dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau pada tahun 2014 lalu.
"Dengan demikian penahanan terdakwa selanjutnya beralih ke Majelis Hakim, dan persidangan di agendakan akan dilaksanakan secara online," ungkap Juru Bicara Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri dalam rilisnya, Selasa, 16 Juni 2020 pagi.
Sementara untuk jadwal persidangannya sendiri, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK masih menunggu penetapan hari sidangnya dari Majelis Hakim.
"Untuk waktu sidangnya, masih menunggu penetapan dari Majelis Hakim," ujarnya.
Dalam kasus ini, terdakwa yang juga menjabat Legal Manager PT Palma Satu ini di dakwa dengan dakwaan alternatif.
"Terdakwa didakwa Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," terangnya.
Ali Fikri menjelaskan, selama proses penyidikan dalam kasus ini, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap 34 orang saksi.
Perkara ini merupakan hasil pengembangan yang dilakukan KPK dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 September 2014 lalu.
Dimana saat itu, KPK mengamankan uang dengan nilai total Rp 2 miliar dalam bentuk pecahan dollar Amerika Serikat dan rupiah.
Kala itu, penyidik KPK menjerat Annas Maamun, dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau, Gulat Medali Emas Manurung.
Kedua orang ini telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta di Mahkamah Agung.
Dari bukti-bukti yang ditemukan, SRT dan SUD diduga terkait dalam pemberian hadiah terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau ke Kementerian Kehutanan Tahun 2014.
Kemudian SUD diduga menawarkan Annas Maamun free Rp8 miliar melalui Gulat dan SRT memberi Rp3 miliar, menyebutkan apabila areal perkebunan perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
Diketahui, uang diduga berasal dari PT Palma Satu yang juga diduga terkait kepentingan korporasi. Lalu Annas menginstruksikan bawahannya di Dinas Kehutanan untuk memasukan lahan atau kawasan perkebunan yang diajukan oleh SRT dan SUD dalam peta lampiran surat gubernur. Uang itu diduga terkait kepentingan PT Palma Satu.