Kalau Nekat Sahkan RUU HIP, Terbukti DPR Didominasi Komunis, Ini Yang akan DIlakukan PA 212
RIAU24.COM - JAKARTA - Penolakan terhadap RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) terus mengalir dari berbagai ormas- ormas islam. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan 34 wilayah juga sudah menyatakan penolakan plus ancaman.
Ancaman itu juga datang dari Ketua Media Center PA 212, Novel Bamukmin. Ditegaskan Novel, pihaknya akan mengerahkan massa menggeruduk DPR bila isi Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila disahkan dan mencabut Tap Nomor XXV/MPRS/1966.
“Iya kami akan turun ke jalan sampai DPR bubar karena DPR sudah didominasi oleh komunis,” kata Novel seperti dilansir Pojoksatu, Senin (15/6).
Novel mengungkapkan, RUU HIP itu sangat tendensius, seakan ada upaya menciptakan kekacauan dan menghidupkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) dari pengangkatan RUU tersebut. Karena itu, kata Novel, tidak ada tempat komunis hidup kembalidi negeri ini. “Sudah harga mati komunis tidak boleh ada di negri ini,” tegas Novel.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak semua isi Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). MUI menilai, RUU tersebut tidak dibutuhkan untuk dibahas di saat bangsa, negara dan masyarakat menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19.
Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, sesungguhnya RUU HIP tidak dibutuhkan saat ini pada waktu negara sedang berupaya maksimal mengatasi masalah pandemi Covid-19. Seharusnya, semua RUU ditunda pembahasannya.
“Kemudian kita fokus pada upaya penyelamatan bangsa dan rakyat dari virus ini,” kata KH Muhyiddin saat, Ahad (14/6).
Menko Polhukam Mahfud Md sendiri menegaskan hal ini tidak akan terjadi karena pelarangan komunisme di Indonesia sudah bersifat final. Pernyataan tersebut disampaikan Mahfud Md dalam webinar bersama tokoh Madura lintas provinsi dan lintas negara yang digelar Sabtu (13/6).
Dalam acara tersebut, Mahfud menjelaskan RUU HIP disusun oleh DPR dan masuk Prolegnas 2020. Tahapan sampai saat ini pemerintah belum terlibat pembicaraan dan baru menerima RUU tersebut.
“Presiden belum mengirim supres (surat presiden) untuk membahasnya dalam proses legislasi. Pemerintah sudah mulai mempelajarinya secara saksama dan sudah menyiapkan beberapa pandangan,” ujarnya.***