Kata Pengamat, Endors Ahok Kurang Sehingga Nicke Masih Dirut Pertamina
RIAU24.COM - Basuki Thajaja Purnama alias Ahok sempat digadang-gadangkan menjadi Direktur Utama (Dirut) Pertamina. Namun, dalam RUPS PT Pertamina (Persero) pada Jumat 12 Juni lalu, Nicke Widyawati diangkat kembali sebagai Dirut Pertamina.
Dilansir dari Jawapos.com, Sabtu, 13 Juni 2020, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai jika pengangkatan dan penjungkalan tersebut semakin menguatkan indikasi bahwa endorsers (pendukung) Nicke lebih powerfull ketimbang endorsers Ahok.
"Pengangkatan kembali Nicke sebagai Dirut Pertamina lebih didasarkan pada kekuatan endorsers, bukan didasarkan atas kriteria dan kinerja terukur," ujarnya, Sabtu 13 Juni 2020.
Selama menjabat Dirut Pertamina, dia berpendapat kinerja Nicke cenderung jeblok. Indikatornya, perolehan laba yang dicatatkan sebagian besar berasal dari dana kompensasi dari pemerintah, bukan dari pendapatan usaha.
"Nicke gagal dalam menaikkan lifting minyak dari sumur-sumur yang dikelola Pertamina. Bahkan, di sumur terminasi, Blok Madura dan Blok Mahakam, produksinya semakin menurun saat diambil alih oleh Pertamina," terangnya.
Dia menambahkan, peningkatan lifting (produksi siap jual) itu sangat dibutuhkan untuk menekan defisit neraca migas, yang semakin membengkak. Nicke juga gagal dalam pembangunan kilang minyak.
Adapun, dari 5 kilang minyak yang direncanakan untuk dibangun dan dikembangkan hampir tidak ada progres berati, bahkan mengalami kemunduran. Salah satunya adalah Refinary Development Master Plan (RDMP) Kilang Cilacap.
"Kerja sama Pertamina dan Aramco untuk pengembangan Kilang Cilacap justru berakhir sebelum dimulai. Demikian juga dengan Kilang Bontang, kerja sama Pertamina dengan OOG Oman, juga kandas di tengah jalan. Padahal, Pembangunan Kilang merupakan perintah Presiden Joko Widodo sejak periode pertama pemerintahan Joko Widodo, tetapi tetap saja kilang minyak tidak dapat dibangun," jelasnya.
Selain ketiga kinerja jeblok itu, Nicke tidak adil terhadap konsumen BBM non-subsidi. Pada saat harga minyak dunia naik, Pertamina pun dengan sigap menaikkan harga BBM Non-Subsidi. Namun pada saat harga minyak dunia terpuruk pada titik nadir, Pertamina tidak menurunkan harga BBM Non-Subsidi.
"Memang Pertamina dapat meraub laba besar, tetapi masyarakat sebagai konsumen dirugikan. Dengan kinerja jeblok, pengangkatan kembali Nicke menjadi preseden (contoh) buruk pada mekanisme pengangkatan perusahaan plat merah di Indonesia," tuturnya.