Berakibat Cacat Permanen, Muhtar Said: Seharusnya Penyerang Novel Dituntut 7 Tahun Penjara
RIAU24.COM - Peneliti pusat pendidikan dan kajian anti korupsi (Pusdak) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Muhtar Said mengatakan tuntutan jaksa sangat tidak adil karena kasus aniaya yang menimpa Novel Baswedan telah membuat cacat permanen pada satu bola matanya.
Menurut Said, JPU seharusnya mengenakan pasal 353 ayat 2 Kitab undang hukum pidana (KUHP). Dengan demikian ancaman hukuman yang dijeratkan pada 2 oknum polisi itu selama 7 tahun penjara.
"Tuntutan jaksa tidak adil. Seharusnya dikenakan Pasal 353 ayat 2 KUHP terkait luka berat ancaman pidananya 7 tahun. Maka tidak adil tuntutannya 1 tahun. Padahal sehsrusnya diperberat karena melakukan penganiayaan terhadap penegak hukum," kata Muhtar, melansir dari Gelora. Sabtu 13 Juni 2020.
Magister Hukum Universitas Diponegoro ini menyoroti argumentasi jaksa yang menjadi alasan keringanan tuntutan, karena pernah mengabdi ke Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Kata Said, dalam melihat kasus Novel sebagai sesama aparat penegak hukum seharusnya justru pengabdian kedua oknum pada institusi Polri jadi alasan kuat untuk memperberat hukuman.
"Jika dilihat dari tuntutan jaksa, yang menjadi meringankan adalah terdakwa sudah pernah mengabdi di kepolisian lama, seharusnya terbalik justru karena terdakwa adalah petugas hukum maka menjadi pemberat," demikian kata Said.
Beberapa hari ini publik digegerkan dengan tuntutan hukum pada dua orang terdakwa penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.
Jaksa menuntut Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis hanya dituntu satu tahun penjara. Jaksa penuntut umum penilai kedua orang anggota Polri ini telah menciderai kehormatan Korps Bhayangkara.