Kenang Hari Kelahiran Sang Bapak, Tutut Soeharto Tegaskan: Bapakku Negarawan, Tak Akan Lari dari Tanggung Jawab
Setiap tanggal 8 Juni, Siti Hardiyati Indra Rukmana atau yang akrab disapa Tutut Soeharto, biasanya menggelar acara mengenang hari lahir sang ayah, Presiden ke-2 Indonesia Soeharto .
Namun tahun ini, kegiatan itu ditiadakan karena wabah virus Corona.
Hanya pada tahun ini, selain membacakan doa untuk orangtua, Tutut juga membuat tulisan untuk mengenang sang bapak.
Dilansir detik, Senin 8 Juni 2020, tulisan itu akhirnya kelar ditulis pada Sabtu 7 Juni 2020 dini hari.
Tulisan itu diberi judul 'Bersyukur Kita Masih Diuji Allah'. Tulisan diunggah ke akun Instagram pribadinya @tututsoeharto dan websitenya.
Dalam tulisannya itu, Tutut menceritakan detik-detik di hari terakhir Soeharto memutuskan untuk berhenti menjadi presiden. Hal itu setelah desakan dari masyarakat dan juga mahasiswa semakin bertubi-tubi.
Sayangnya, setelah permintaan itu dituruti, muncul hujatan, cacian, hingga tuduhan kepada Soeharto dan keluarganya.
Meski demikian, ungkap Tutut, Soeharto selalu mengingatkan Tutut dan keluarganya untuk sabar dan tidak mendendam.
"Berat rasanya bagi saya dan adik-adik menerima semua tekanan ini. Walau Bapak selalu mengingatkan agar kami sabar dan jangan dendam," tuturnya.
Lebih lanjut, Tutut juga mengaku bersyukur. Karena dalam kondisi seperti itu, masih banyak orang yang perhatian dengan Soeharto.
Bahkan di antara mereka ada yang meminta Soeharto untuk meninggalkan kediamannya dan mengungsi ke tempat lain. Beberapa pemimpin negara bahkan menyatakan siap menerimanya.
Namun Soeharto menegaskan, tidak akan meninggalkan kediamannya, apalagi Indonesia. Sebab, Indonesia adalah Tanah Air baginya di mana ia lahir dan harus mati di sana.
"Sampaiken terima kasih saya pada sahabat-sahabat saya dari negara-negara lain. Tapi maaf, saya tidak akan meninggalken Indonesia. Saya lahir di Indonesia. Seandainya saya harus mati, saya akan mati di Indonesia, negeri di mana saya dilahirken," kata Tutut menirukan ucapan Soeharto.
Hal ini dilihat Tutut sebagai sifat kesatria dan negarawan, yakni tidak mau lari dari masalah atau dalam bahasa Jawa 'tinggal glanggang colong playu' (lari dari masalah atau lari meninggalkan tanggung jawab).
"Mendengar jawaban bapak, rasa bangga dan haru, tak dapat dibendung. Bapakku seorang negarawan dan ksatria. Tidak akan "tinggal glanggang colong playu" (lari dari masalah atau lari meninggalkan tanggung jawab)," kata Tutut.
Gencarnya hujatan dan tuduhan yang selalu datang, membuat Tutut memberanikan diri untuk menanyakannya kepada Soeharto, kenapa Allah SWT menguji umatnya dengan hal yang begitu berat. Padahal sebagai umat telah taat menjalankan perintahnya.
Soeharto pun menjawab bahwa Allah SWT selalu memberikan ujian pada umatnya untuk menaikkan tingkat keilmuannya. Sebab, tak ada orang yang bisa naik pendidikannya bila tak diuji.
"Allah sedang menguji kesabaran kita, mampukah kita menerima ujian yang Allah beriken, atau kita akan menyerah dalam setiap peristiwa yang Allah beriken, terpasrah patah tanpa iman. Coba kamu pikirken wuk, kamu masuk sekolah dari kelas 0 sampai dengan universitas, pada setiap kenaikan kelas, pernah tidak kamu tidak dijuji," tanya Soeharto kepada Tutut.
Soeharto kemudian melanjutkan, menurutnya ilmu Allah sangat lah tinggi. Maka dari itu, ujian yang akan dihadapi umat akan lebih berat dan berbeda dari ujian sekolah. Soeharto kembali mengingatkan Tutut dan keluarganya agar selalu sabar, istiqamah dalam menjalankan sholat lima waktu dan menjauhi larangan Allah.
"Tapi kalau kamu sabar, istiqomah dalam menjalanken sholat 5 waktu serta perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah, kamu rajin bersedekah membantu orang lain, dan kamu selalu baik dengan orang lain, insya Allah kamu akan dapat melewati semua ujian yang Allah berikan wuk. Bersyukur lah kita masih diuji Allah, artinya kita diberi kesempatan untuk menjadi lebih baik kalau kita dapat melewati semua ujian dengan baik, dan itu menunjukkan bahwa Allah menyayangi kita," kenang Tutut.
Sejak mendapatkan banyak pelajaran dan nasehat dari Soeharto, Tutut mengaku mulai mendalami Al Quran hingga saat ini.
Ia bersyukur bisa mengetahui semua isi Al Quran sesuai dengan apa yang Soeharto dulu pernah sampaikan.
Soeharto yang lahir di Kemusuk, Yogyakarta pada 8 Juni 1921 meninggal dunia pada 27 Januari 2008 atau saat berusia 87 tahun.
Ia dimakamkan di makam keluarga Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah. ***