Kecam Serangan Diskusi di Yogyakarta, Aktivis Sebut Gambaran Kemunduran Demokrasi Masa Jokowi-Maruf Amin
RIAU24.COM - Panitia diskusi yang bertemakan 'Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' berujung ancaman pembunuhan dan teror. Rencananya diskusi itu digelar pada 29 Mei 2020 pukul 14.00-16.00 WIB.
Sejumlah aktivis demokrasi di Yogyakarta mengecam hal tersebut. Dikarenakan adanya serangan terhadap kebebasan akademik itu membuat komunitas mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum membatalkan diskusi yang mengundang pembicara tunggal yakni guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia, Nimatul Huda.
Dilansir dari Tempo.co, Senin, 1 Juni 2020, Direktur LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli mengatakan lembaganya telah menerima aduan teror dan ancaman itu dari Presiden CLS, Aditya Halimawan. "Selanjutnya LBH Yogya mengadvokasi CLS," kata Yogi, Senin, 1 Juni 2020.
Yogi mengatakan jika CLS dan LBH Yogyakarta, kini fokus untuk memastikan keselamatan panitia dari ancaman tersebut. LBH mengecam intimidasi dan teror terhadap panitia diskusi.
Yogi berpendapat diskusi itu dalam koridor hukum yang konstitusional. Membicarakan pemakzulan terhadap presiden mendiskusikan substansi yang terdapat di dalam UUD 1945. Pasal 7A dan 7B mengatur pemberhentian terhadap presiden.
Selain itu, konstitusi, UUD 1945 mengamanatkan negara melindungi hak asasi manusia, termasuk kebebasan untuk berpendapat. Pasal 28E ayat 2 UUD 1945 menerangkan, setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Ayat 2 pasal yang sama kembali menegaskan, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. "Kebebasan berpendapat hak konstitusional warga negara yang tak dapat dibelenggu," kata Yogi.
Dukungan terhadap CLS juga datang dari Indonesian Court Monitoring (ICM). Organisasi yang fokus pada pemantauan peradilan yang bersih itu menyebut teror terhadap panitia diskusi dan keluarganya itu menggambarkan kemunduran demokrasi di Indonesia di bawah pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi-Ma'ruf Amin.
ICM meragukan polisi mengusut tuntas pelaku teror tersebut karena berbagai kasus pelanggaran hukum sebelumnya tidak tuntas.
ICM mendesak Komnas HAM membentuk tim independen dengan melibatkan ahli-ahli informasi dan teknologi untuk menyelidiki teror diskusi CLS FH UGM. "Perlu pemantauan berkala kinerja Polri dan aparat penegak hukum menuntaskan teror diskusi CLS hingga tahap pengadilan," ujar Direktur ICM, Tri Wahyu.