Pihak PT Arara Abadi Ajak Perwakilan Masyarakat Sakai Lakukan Pengecekan Lahan Secara Bersama
RIAU24.COM - BENGKALIS - Pihak perusahaan PT Arara Abadi sepakat untuk melakukan pengecekan lapangan bersama perwakilan dari masyarakat, terkait adanya klaim dari masyarakat Sakai yang menyatakan bahwa ± 7.158 HA lahan yang mencakup area HTI perusahaan seluas 327,2 HA, adalah lahan ulayat dua pebatinan, yaitu Batin Beringin dan Batin Penaso.
Sebagaimana diketahui, bahwa lahan tersebut sebelumnya tidak pernah dikuasai oleh masyarakat Sakai, yang ketika itu hanya menempati Desa Penaso, Sialang Rimbun, dan Muara Basung.
menanggapi hal tersebut, Humas PT. Arara Abadi Sinar Mas Forestry Ir Nurul Huda, MH. M.Ikom menyampaikan bahwa, lahan yang diklaim dan ditunjuk oleh masyarakat Sakai yang dimaksud ternyata sebagian besar sudah dikuasai oleh pihak ketiga.
"Meski demikian, antara tahun 2001 hingga 2019, sejumlah oknum masyarakat Sakai terus berupaya menduduki lahan tersebut dan menghentikan kegiatan operasional perusahaan," ungkap Nurul Huda, Kamis 28 Mei 2020.
"Saat penyelesaian dan hasilnya dalam kegiatan operasionalnya, PT Arara Abadi selalu berpegang pada batas konsesi sesuai izin yang diberikan oleh pemerintah serta hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Sejak tahun 2013, Arara Abadi juga sudah melakukan pemetaan konflik yang ada di wilayah konsesinya. Termasuk di dalamnya konflik dengan masyarakat Sakai," ungkap Nurul Huda lagi.
Menurut Nurul, pihak Perusahaan juga berupaya untuk tetap mendukung pemberdayaan masyarakat Sakai. Hal ini dilakukan dengan, antara lain, menjalankan kemitraan pengelolaan tanaman kehidupan di sebagian area SK Menhut atas nama PT Arara Abadi, mempekerjakan masyarakat sebagai tim pencegah kebakaran, serta menjalankan sejumlah program CSR.
Lanjut Nurul, dalam hal tersebut pihak perusahaan juga mengupayakan mediasi, termasuk dengan melibatkan Camat Pinggir dan DPRD Kabupaten Bengkalis pada tahun 2012 dan 2015, hingga mencapai berbagai MoU, berita acara dan kesepakatan.
"MoU atau berita acara dan berbagai kesepakatan yang telah tercapai tersebut, adalah bukti adanya kesepakatan penyelesaian sengketa yang terjadi ketika itu. Pada tahun 2016, PT Arara Abadi pun telah melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memfasilitasi mediasi dengan masyarakat Sakai. Sebagai hasilnya, kedua belah pihak menyepakati untuk menyerahkan mekanisme penanganan konflik pada KLHK dan membentuk tim negosiasi," ujarnya lagi.
Hingga hari ini, lanjut Nurul, PT Arara Abadi tetap berpegang teguh pada kesepakatan yang difasilitasi oleh KLHK tersebut.
"Mengapa sengketa ini masih berlanjut, pihak perusahaan menyayangkan bahwa, sejak tercapainya kesepakatan ini, sejumlah oknum dari masyarakat Sakai telah berulang kali menduduki kembali lahan perusahaan serta menghalangi kegiatan operasional kami," ujarnya.
"Insiden terbaru yakni penebangan tanaman eucalyptus di wilayah konsesi oleh salah satu anggota masyarakat Sakai, Saudara Bongku, pada November 2019. Sebelumnya, Saudara Bongku juga pernah terlibat dalam aksi pendudukan lahan bersama STR (Serikat Tani Riau) pada tahun 2008 beserta sejumlah oknum lainnya, dan telah diputuskan bersalah dalam proses hukum yang berlangsung," ucapnya.
Menurut Nurul, perusahaan pun dengan transparan telah mengikuti seluruh proses hukum yang tengah berjalan terhadap saudara Bongku, serta mendukung pihak berwenang dengan menyampaikan fakta-fakta yang dibutuhkan.
Dalam mencapai resolusi, PT Arara Abadi tetap berkomitmen untuk mematuhi hukum negara Republik Indonesia, serta prinsip-prinsip internasional yang berlaku terkait penghormatan hak-hak masyarakat lokal.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Pengadilan Negeri Bengkalis Rudi Ananta Wijaya, SH. MH meminta kepada semua pihak agar menghormati putusan pengadilan dalam perkara yang ditangani majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis.
Ketua Pengadilan menyampaikan bahwa, menyusul adanya penggiringan opini yang menyudutkan PN Bengkalis pasca putusan perkara penebangan kayu di area perusahaan PT. AA dengan terpidana Bongku masyarakat suku Sakai.
"Putusan hakim dan pengadilan merupakan putusan yang harus di hormati. Apabila ada pihak-pihak yang keberatan masih ada upaya hukum apapun dan tidak melakukan penggiringan opini," ungkap Rudi Ananta, kepada sejumlah wartawan, Rabu 27 Mei 2020 kemarin.