Dibantai Hingga Ditembak di Bagian Kepala, Ini 5 Tragedi Genosida Paling Mengerikan Yang Pernah Terjadi di Indonesia
RIAU24.COM - Genosida adalah tindakan pembantaian massa yang paling mengerikan dan tak pantas lagi dilakukan di bumi. Apa pun alasannya, untuk kebaikan apa pun, genosida tetaplah tindakan tak manusiawi. Atau kasarnya, tindakan yang lebih mengerikan dari tindakan hewan.
Adolf Hilter merupakan salah satu penjahat Genosida paling mengerikan. Di bawah perintahnya, jutaan kaum Yahudi saat itu dibantai habis-habisan. Kasus ini akhirnya dicatat sebagai kasus genosida paling mengerikan di dunia
Tapi tahukah Anda, ternyata kasus-kasus pembunuhan massal mengerikan seperti ini ternyata juga terjadi di Indonesia. Mereka dibunuh dengan alasan-alasan yang tak masuk akal. Kadang sengaja dibuat-buat untuk melancarkan keinginan kelompok tertentu.
Melansir dari Boombastis 30 April 2020 berikut 5 Tragedi Genosida paling mengerikan yang pernah terjadi di Indonesia.
1. Pembantaian Mandor Oleh Tentara Jepang (1943-1945)
Jepang memang hanya tiga tahun berada di Indonesia. Tapi kekejamannya mampu mengungguli Belanda yang telah ratusan tahun di Indonesia. Tepatnya di daerah Mandor, Kalimantan Barat pernah terjadi peristiwa pembantaian atau genosida paling mengerikan. Sebanyak lebih dari 20.000 orang dibantai dengan keji meski tak salah apa-apa. Mayat-mayat korban itu akhirnya dikubur menjadi satu hingga susah untuk diidentifikasi.
Menurut saksi mata, banyak penduduk usia di atas 12 tahun dikumpulkan. Mereka ditembak, ditutup kepalanya dengan plastik lalu dipenggal dengan samurai. Ada juga yang dibunuh dengan memasukkan air dari selang ke dalam mulut. Pemerintah Jepang ingin membuat Jepang kedua di tempat ini. Semua orang dewasa dibunuh dengan keji lalu yang anak-anak akan dididik dengan ajaran Jepang yang keras.
Sejarah mencatat jika peristiwa ini dimulai sekitar 28 Juni 1944. Saat ini pemerintah setempat membuat Perda untuk memperingati 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah. Orang di Kalimantan Barat akan mengibarkan bendera setengah tiang sebagai penghormatan kepada penduduk yang dibantai secara keji oleh orang Jepang.
2. Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan (1946-1947)
Belanda belum menerima kedaulatan Indonesia yang telah merdeka sejak 17 Agustus 1945. Ia akhirnya menekan rakyat sipil untuk terus tunduk dan patuh kepada pemerintahannya. Seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan pada Desember 1946 – Februari 1947. Belanda mengumpulkan banyak orang yang dicurigai sebagai penjahat dan pejuang lalu mengeksekusinya di tempat. Orang yang melakukan operasi ini bernama Raymond Pierre Paul Westerling. (Pembantainnya mengambil nama belakang sang Jendral Belanda.)
Menurut cerita beberapa saksi mata yang masih hidup. Pria dewasa dikumpulkan di tengah lapangan dan disuruh membuat galian. Setelah itu tentara Belanda akan menembaki satu-satu orang ini. Tubuh tak bernyawa itu akhirnya ambruk ke lubang hingga tentara akan muda untuk menguburnya. Diperkirakan ada sekitar 40.000 orang yang meninggal di kasus yang sampai di bawa ke pengadilan internasional ini.
3. Pembantaian Anggota PKI (1965-1966)
Di negeri yang dikenal ramah-ramah orangnya ini pernah terjadi tragedi pembunuhan massal atau genosida paling mengerikan. Bahkan peristiwa ini sempat menggegerkan dunia internasional dan dianggap sebagai tragedi mengerikan di abad ke-20. Sebanyak 500.000 orang dibantai habis-habisan karena mereka dianggap menyimpang. Anggota PKI, simpatisan, dan siapa saja yang terlibat dengan organisasi ini dibantai dengan sadis.
Peristiwa ini masih menimbulkan perdebatan, bahkan hingga sekarang. Banyak yang mengatakan jika dalang peristiwa ini adalah Soeharto. Ia membantai banyak orang yang berbau PKI karena ada muatan politiknya. Di depan dunia internasional jumlah pembunuhan ini dikatakan hanya 78.000 saja. Padahal jumlah ini bisa berlipat-lipat karena banyak orang yang hilang atau dibuang ke kamp konsentrasi.
Kasus pembantaian PKI ini adalah borok Indonesia yang akan susah disembuhkan. Keadilan akan semakin susah ditegakkan karena fakta sering dibolak-balik. Apa pun itu, dan siapa pun yang bertanggung jawab. Kasus yang terjadi 50 tahun lalu ini akan tetap menjadi PR siapa saja yang menganggap keadilan adalah hak semua orang.
4. Pembantaian Etnis Tionghoa (1740)
Pembantaian etnis Tionghoa yang terjadi di tahun 1740 memang tak banyak diketahui orang. Bisa jadi di sekolah pun tak akan diajarkan. Namun di masa lalu, kasus pembantaian ini cukup membuat suasana tanah air jadi geger. Pembantaian ini didasari oleh isu politik yang membuat Belanda, dalam hal ini atas kemauan VOC, mulai kalah bersaing dalam urusan perdagangan dengan Inggris. Saat itu EIC sebuah perusahaan perdagangan Inggris berbasis di India mulai mengambil perdagangan Asia.
Nasib sial justru menimpa etnis Tionghoa. Mereka yang mulai datang dan berkembang di Indonesia jadi bulan-bulanan VOC. Akhirnya pedagang Tionghoa ini dikenakan banyak pungli dan pajak yang sangat merugikan. Menanggapi hal ini beberapa kelompok pemuda Tionghoa memprotes. Tapi protes mereka tak berjalan lama karena Belanda lebih mengamuk dan mulai melakukan pembantaian mengerikan.
Belanda memprovokasi warga lokal untuk membantai orang Tionghoa. Siapa saja yang mampu memenggal kepalanya akan dapat hadiah. Selain itu tentara Belanda juga mulai menyisir area tempat orang Tionghoa tinggal. Mereka mendobrak pintu dan menembaki siapa saja yang ada di dalamnya. Dalam peristiwa ini lebih dari 7.500 jiwa melayang dengan cepat. Setelah kasus ini Belanda mengharuskan orang China membangun daerahnya sendiri. Mereka dilarang keluar kota untuk berdagang. Itulah mengapa di setiap kota besar selalu ada pojok-pojok pecinan.
5. Pembantaian Massal Saat Membangun Jalan Raya Pos (1808-1809)
Mengapa disebut sebagai pembantaian massal? Karena saat membangun jalan sepanjang 1.000 km ini pemerintah Belanda memaksa warga. Di bawah tangan besi Gubernur Jendral Herman Willem Daendels, puluhan ribu orang dipaksa membuat jalan di medan-medan yang sangat sulit. Mereka hanya diberi makan seadanya hingga kadang banyak warga yang sekarat saat bekerja. Mengetahui hal ini tentara Belanda akan membunuhnya dengan cepat dan membuangnya di jalanan.
Jalan yang membentang dari Anyer ke Panarukan ini memakan korban lebih dari 12.000 orang penduduk pribumi. Daendels, melalui tangan besinya mampu menyelesaikan proyek prestisius ini hanya dalam waktu setahun saja. Tahun 1809, jalan raya pos ini sudah bisa digunakan dengan baik. Apa yang dilakukan Daendels mendapatkan apresiasi atasannya yang merupakan Napoleon Bonaparte.
Jalan raya pos ini digunakan oleh Daendels sebagai jalan penghubung komunikasi antara pos Belanda yang ada di Jawa. Itulah mengapa setiap 4,5 km akan ada kantor untuk pengiriman pesan. Selain itu, jalan ini juga digunakan sebagai penghubung jalur perdagangan yang dilakukan oleh Belanda. Terakhir, jalan ini juga akses yang digunakan untuk bertahan dari sergapan Inggris yang saat itu mulai masuk ke Jawa.
Pembangunan jalan raya pos ini penuh dengan kepiluan. Pramoedya Ananta Toer yang merupakan penulis sastra sejarah mengatakan: jalan raya ini dibangun dengan darah dan air mata yang tak habis-habis. Meski sekarang bisa dimanfaatkan oleh warga lokal, dulunya tempat ini merupakan neraka tempat puluhan ribu orang dibunuh secara perlahan-lahan.