Dituntut Bayar Rp90 Ribu Triliun Karena Corona, China Sindir Trump, Begini Jawabannya
Ketegangan antara AS-China terkait virus corona telah meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Salah satunya adalah karena virus itu telah menginfeksi banyak orang di Amerika Serikat dan negara itu menuntut China karena menganggapnya lambat dalam menangani wabah sehingga menyebar ke banyak negara, termasuk ke AS.
Menurut Worldometers, per Rabu pagi sudah ada 2.556.512 kasus corona di dunia. Di mana ada 177.608 orang meninggal dan 690.263 orang sembuh. Dari total kasus, AS memiliki sebanyak 818.744 kasus, dengan 45.318 kematian dan 82.923 pasien sembuh. Sementara itu ada 82.788 kasus di China, dengan 4.632 kematian dan 77.151 sembuh.
Saat ini AS dikabarkan sudah mengajukan undang-undang yang akan memungkinkan warganya untuk menuntut China terkait masalah corona di pengadilan federal. Dalam gugatan class action yang dilakukan bersama dengan beberapa negara lain, termasuk Israel, itu China terancam untuk membayar sebesar US$ 6 triliun atau sekitar Rp 90 ribu triliun (estimasi kurs Rp 15.000/dolar) sebagai kompensasi apabila gugatan diputuskan.
China dan AS juga berselisih di seputar masalah corona setelah saling tuduh sebagai sumber wabah. Sebagaimana diketahui, China telah mengatakan bahwa militer AS lah yang mungkin telah membawa virus corona ke China. Sementara AS mengatakan virus itu bisa jadi diciptakan di sebuah lab di Wuhan, sebagaimana banyak spekulasi beredar.
Menurut Trump, pemerintah AS bahkan sedang mencoba untuk mengetahui kebenaran dari spekulasi tersebut. Namun, baik China maupun Institut Virologi Wuhan yang dicurigai menjadi tempat pembuatan virus corona, telah menentang tuduhan itu.
Trump juga menyatakan ragu bahwa China telah jujur dan transparan dalam melaporkan jumlah kasus dan kematian akibat virus, hingga berujung menghentikan pendanaan untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Itu karena organisasi yang berbasis di Jenewa, Swiss itu dianggap bersekongkol dengan China dalam menyebarkan berita yang salah mengenai COVID-19.