Rajaunah Sang Guru Ngaji, Kartini yang Terlupakan
RIAU24.COM - Suatu hari di Bulan Februari 2020, rumah sederhana Rajaunah riuh rendah dengan suara anak-anak mengaji. Sedari tengah hari wanita lanjut usia ini melayani anak-anak untuk belajar mengaji.
Sore itu Rajaunah yang baru saja usai mengajar, berbincang dengan anak dan menantunya. Anaknya menyampaikan kabar bahwa pemerintah sudah mengeluarkan himbauan untuk membatasi keramaian di masyarakat. Untuk itu dia meminta Rajaunah untuk mengehentikan sementara waktu kegiatan belajar mengaji bersama anak-anak.
"Mamak sementara berhenti dulu daripada nanti kita dipermasalahkan, kita orang kecil," ujar anaknya.
Rajaunah hanya menjawab pasrah, " Ya lah kalau begitu."
Meski hatinya gundah Rajaunah mau tidak mau harus mengikuti permintaan anaknya karena dia paham bahwa jika belajar mengaji dilanjutkan maka bisa saja ada kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Meski untuk itu dia harus berpikir keras bagaimana caranya menyambung hidup karena selama ini sumbangan dari siswa mengaji inilah yang ikut membantu biaya dapur di rumah tangganya.
Di rumah sederhananya yang hanya berdinding papan di jalan Sidomulyo RT 003 RW 008 Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru, Rajaunah tinggal bersama suami, anak dan cucunya. Anak-anaknya sudah berkeluarga dua orang, tetapi semuanya tidak ada yang hidup mapan, sehingga sebagian besar masih bergantung kepada Rajaunah.
"Mereka memang punya pendapatan tapi ya itu hanya cukup untuk susu dan perlengkapan anak-anak mereka saja, di dapur masih ibu yang harus ikut serta membeli beras, sayur dan perlengkapan lainnya. Biasanya sambil mengajar mengaji ibu jualan air dan snack buat anak-anak tapi sejak kegiatan belajar mengaji berhenti, ibu hanya pasrah saja lagi, ga tau harus bagaimana, " ujar Rajaunah lirih.
Rajaunah adalah potret Kartini masa kini yang terlupakan oleh banyak orang. Jika selama ini sosok Kartini masa kini selalu disematkan pada wanita-wanita yang punya jabatan, masih muda, punya usaha sukses, maka Rajaunah jauh dari itu semua.
Meski demikian kiprah wanita seperti Rajaunah tentu tidak bisa diabaikan begitu saja terutama oleh pemerintah dan mereka yang peduli. Karena dari ruang sederhana di rumah berdinding papan inilah anak-anak sekitar belajar agama, belajar etika dan moral yang kelak bisa berguna bagi kehidupan anak-anak bangsa ini. Di usia yang sudah kepala enam dia masih mau berbagi ilmu di tengah himpitan kesusahan secara ekonomi.
Selama mengajar Rajaunah tak pernah mematok bayaran kepada murid-muridnya, dia juga tak pernah meminta muridnya untuk membayar karena baginya kegiatan mengajar mengaji ini adalah amal dan jika ada yang memberi baginya itu hanyalah bonus semata dari Allah SWT.
Rajaunah mengaku pernah menerima beberapa kartu bantuan pemerintah, tetapi itu hanya dia dapatkan sekali. Setelah itu dia tidak tahu lagi ceritanya. "Dulu ibu pernah dapat bantuan sembako sekali dan BLT tapi setelah itu tidak ada lagi, sampai sekarang tidak tahu ceritanya seperti apa," ungkapnya lirih.
Rajaunah tidak mau menduga yang tidak baik kenapa tidak menerima. Baginya jika memang ada rizkinya tentu suatu hari akan diterimanya.
Ketika ditanya apa obsesinya saat ini, Rajaunah yang biasa dipanggil Ummi oleh muridnya ini mengaku punya keinginan untuk membuat rumahnya berdinding beton sehingga anak-anak bisa lebih nyaman untuk mengaji tidak seperti sekarang kalau sore kadang mereka kepanasan.
"Ibu sangat ingin rumah ini direhab, didinding beton, sehingga anak-anak lebih nyaman untuk belajar, " ujarnya.
"Tapi sekarang jangankan untuk rehab rumah untuk makan sehari-hari saja ibu harus mikir dan usaha untuk jualan air dan snack yang tak seberapa ini."
Guru ngaji seperti Rajaunah sudah semestinya mendapat perhatian pemerintah karena meskipun mereka bukan pegawai atau guru sekolah formal tetapi jasa dan pengabdian mereka sangat besar dalam membentuk kepribadian anak-anak yang mungkin tidak bisa dipelajari di sekolah formal. Saatnya potret buram Kartini masa kini yang terabaikan seperti Rajaunah mulai diperhitungkan oleh para pemangku kepentingan di negeri ini.***
Penulis : Jayus, M. Kom