Beda Jauh dengan Menteri Luhut, Pengamat Ini Sebut Harga BBM Mestinya Sudah Turun Sejak 31 Maret Lalu
RIAU24.COM - Meski harga minyak dunia sudah lama anjlok, namun hingga sejauh ini pemerintah dan badan usaha penyedia belum juga menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Padahal, bila disesuaikan dengan kondisi itu, seharusnya harga BBM sudah turun sejak 31 Maret 2020 lalu. Sebab, sesuati aturan yang berlaku di Indonesia, penyedia BBM hanya boleh mengambil keuntungan sebanyak 10 persen dari harga minyak dunia. Bila di atas itu, sama halnya telah melanggar aturan dan hukum yang berlaku.
Penilaian itu dilontarkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman. Pernyataan ini berbanding jauh dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut belum ada pertimbangan harga BBM akan diturunkan di Indonesia. Dalam pernyataannya, Luhut beralasan, kondisi yang terjadi saat ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di seluruh negara lain di dunia.
Menurut Yusri, seharusnya badan usaha penyedia BBM seperti Pertamina, Shell, Vivo, AKR, BP dan Petronas, hanya boleh mengambil keuntungan maksimal 10 perse dari harga dasar minyak. Sebab bila sudah di atas itu, maka badan usaha itu sama artinya telah melanggar hukum.
"Memungut keuntungan lebih dari 10 persen dari harga dasar BBM adalah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia," terangnya, Senin 20 April 2020, dilansir detik.
Ditambahkannya, aturan mengenai hal itu tertuang dalam beberapa beleid yang pernah diterbitkan. Mulai dari Perpres 34 Tahun 2018, Permen ESDM 34 tahun 2018, dan Keputusan Menteri ESDM 62/12/MEM/2020.
Yusri menjelaskan, harga acuan minyak sendiri dihitung dari rata rata harga acuan MOPS/Argus terhitung pada tanggal 25 Febuari - 24 Maret 2020. Serta rata-rata MOPS dibagi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Dia menjabarkan untuk menghitung harga BBM yang sebenarnya, dia menggunakan rumus terkait. Pertama berupa harga acuan MOPS + Rp1800/liter + 10% dari harga dasar, yang berlaku untuk bensin di bawah RON 95 dan solar CN 48. Selanjutnya, rumus kedua, harga acuan Mops + Rp2000/ liter + 10% margin dari harga dasar, untuk bensin Ron 95 dan solar CN 51 ke atas.
Lebih lanjut, Yusri mengatakan, kalau harga BBM belum juga turun, badan usaha menurutnya bagaikan mengambil hak rakyat secara tidak wajar. "Selain itu, mengambil hak rakyat secara tidak wajar apalagi di saat lagi paranoid COVID-19 adalah tindakan biadab oleh badan usaha," ungkap Yusri.
Belum Perlu
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, sejauh ini belum ada pertimbangan harga BBM akan diturunkan di Indonesia. Meski pun harga minyak dunia mengalami tekanan hingga anjlok ke level US$ 30-an per barel.
"Memang jadi masalah, tapi kan semua negara mengalami ini bukan kita saja," dalam siaran langsung di kantornya, dilansir tempo.
"Apakah ada penurunan harga BBM? Terlalu awal untuk kita memprediksi karena kita belum tahu. Kalau nanti Saudi dan Rusia damai, (harga minyak) naik lagi ke atas. Nanti terlalu cepat kita antisipasi itu," ujarnya lagi.
Sedangkan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, mengatakan bahwa selama ini pihaknya hanya mengikuti formula yang diberikan Kementerian ESDM dalam menentukan harga minyak. Nicke mengatakan bahwa ketetapan harga diputuskan oleh pemerintah.
Hal ini disampaikannya saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis (16/4/2020). Dalam rapat itu, beberapa anggota DPR juga mempertanyakan mengapa harga BBM di Indonesia belum juga turun.
"Jadi kami setiap bulan mengikuti formula Peraturan ESDM, ketetapan harga diberikan pemerintah hari ini belum ada perubahan. Kalau soal harga itu ada di Kementerian ESDM," lontarnya ketika itu. ***