Staf Khusus Milenial Jokowi Dapat Jatah Proyek Triliunan Rupiah, Said Didu: Nepotisme Istana Dipertontonkan Terbuka
RIAU24.COM - Staf Khusus atau stafsus Jokowi yang dari kalangan milenial belakangan menjadi sorotan banyak pihak. Salah satunya adalah Adamas Belva Syah Devara, pemilik aplikasi Ruangguru ditunjuk pemerintah sebagai aplikator Kartu Prakerja dengan nilai proyek sebesar Rp 5,6 triliun.
Proyek tersebut menjadi polemik karena diduga pemberian proyek itu bernuansa nepotisme dan melanggar hukum. Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu mengaku terkejut dengan pemberian proyek senilai Rp 5,6 triliun ke perusahaan yang pemiliknya saat ini telah menjadi pejabat publik.
Said Didu menyatakan selama 32 tahun dirinya menjabat ke badan milik negara, baru kali ini nampak telanjang ada etika konflik kepentingan yang terjadi. Pemberian proyek itu mengindikasikan ada upaya memanfaatkan kekuasaan di tengah pandemik Covid-19.
"Baru pertama kali ini saya melihat dipertontonkan secara terbuka nepotisme terjadi di ruang istana secara terbuka. Ini sangat telanjang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan perusahaan orang Istana," demikian kata Said seperti dilansir RMOL, Kamis malam (16/4).
Menurutnya, pemberian proyek ke perusahaan milik Stafsus Presiden jelas melanggar etika pejabat publik. Dengan nada keras, Said menegaskan bahwa dalam jabatan etika itu posisinya di atas hukum. Seorang pejabat publik, kata Said Didu, harus mampu menjaga mandat rakyat dari hal-hal yang diduga bernuansa kepentingan pribadi.
"Etika itu di atas hukum, saya kasih contoh, saya kedatangan tamu saya penguasa menyewa mobil dari saudara saya, itu sudah melanggar etika, pejabat publik itu diikat oleh dua hal hukum dan etika, kecuali bukan pejabat publik, kalau di luar ya nggak masalah silakan saja dapat proyek," ujar Said.
Ia menduga ada kongkalikong antara pemerintah dan juga oknum Stafsus pemenang megaproyek di tengah pandemik Covid-19. Diduga modus yang dilakukan dengan melakukan penyesuaian perusahaan yang layak mendapatkan proyek dari Kemenko Perekonomian, sebagai leading sektor Kartu Pra Kerja.
"Prosedurnya sepertinya sudah ada kongkalikong spesifikasi kerja. Misalnya, mau beli motor spesifikasinya disesuaikan akan dimenangkan Yamaha, setelah tender yang menang yamaha, itu melanggar hukum, penyesuaian spesifikasi kerja yang dibiayani negara itu sudah melanggar hukum. Ini sangat kelihatan sudah disesuaikan," pungkas pemiliki jargon Manusia Merdeka ini.***