Takut Virus Corona, Bolehkah Shalat Jumat Dilakukan Secara Online? Ini Pendapat Sejumlah Ulama
RIAU24.COM - Merebaknya virus corona atau COVID-19 membuat aktivitas ibadah umat Islam di seluruh dunia berubah. Sejumlah negara yang mayoritas muslim sepakat untuk menutup masjid-masjid mereka dari pelaksanaan shalat berjamaah dan Shalat Jumat.
Hal itu membuat sejumlah umat muslim menjadi galau. Apalagi sholat Jumat termasuk sholat yang penting dan meninggalkannya tiga kali berturut-turut dianggap telah kafir. Tak urung muncul pertanyaan di benak Umat Muslim, bolehkah menyelenggarakan Shalat Jumat atau shalat berjamaah secara online atau virtual saat terjadi wabah?
Menjawab pertanyaan ini, Sheikh Ahmad Kutty, seorang dosen senior dan sarjana Islam di Institut Islam Toronto, Kanada mengatakan, dalam situasi yang belum pernah terjadi ini menuntut adanya putusan yang luar biasa.
Sarjana terkemuka tersebut merujuk pada contoh dalam sejarah Islam di mana interpretasi sebuah ayat dalam Al-Quran bervariasi sesuai dengan waktu dan tempat.
“Jumu`ah, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Shah Waliullah dan yang lainnya, adalah Syiar atau simbol Islam yang penting dengan tujuan untuk menunjukkan semangat, persatuan, dan kekuatan Islam,” kata Sheikh Kutty, seperti dikutip dari AboutIslam, Sabtu (4/4).
“Saya berani mengatakan bahwa itu bisa dilakukan, tetapi hanya sebagai tindakan sementara karena, jika tidak, itu akan mengarah pada bahaya besar yang dapat mengancam masjid,” tambahnya.
Menekankan pada sifat sementara ketentuan tersebut, Sheikh Kutty juga menyebutkan langkah-langkah yang harus diikuti, diantaranya:
“Shalat Jumat secara virtual dapat dilakukan hanya sementara oleh Masjid Jami dengan syarat, khutbah dapat dengar dengan jelas dan jamaah mengikuti gerakan shalat imam dari rumah atau tempat kerja mereka, ”katanya.
Namun, Sheikh Kutty menekankan, shalat secara virtual tersebut harus dihentikan ketika lockdown dan larangan keramaian dicabut.
Sementara itu, pendapat berbeda diungkapkan oleh Dewan Fiqih Amerika Utara, Dr. Yasir Qadhi, yang mengatakan, Khutbah Jumat yang disiarkan, bahkan secara langsung, tidak tidak sah bagi mereka yang mendengarkannya dari rumah.
Pendapat tersebut berdasarkan sebuah konsensus dengan suara bulat di antara semua aliran pemikiran. Sementara jarak yang jauh dan tempat berbeda diantara jamaah, tidak masuk akal jika dikatakan shalat berjamaah.
Pendapat Dr. Yasir juga sejalan dengan Komite Residen Fatwa Majelis Muslim Jurists of America (AMJA) yang mengatakan, Itu tidak ada pendapat menurut madzab manapun, shalat berjamaah dengan jarak bermil-mil, dengan puluhan bangunan dan jalan sebagai pembatas di antara mereka.
Jasser Auda, Profesor dan Ketua Al-Shatibi Studi Maqasid di International Peace College Afrika Selatan, juga tidak setuju dengan gagasan Shalat Jumat online. “Saya tidak setuju dengan format Shalat Jumat yang disarankan di rumah dengan mendengarkan atau menonton Khutbah Jumat secara online. Ini karena shalat jamaah memiliki kondisi konektivitas spasial,” ujarnya.
Dr. Auda malahan lebih menyarankan agar keluarga dan orang yang bekerja dapat melakukan Shalat Jumat di rumah atau tempat kerja.
“Beberapa pendapat hanya memperbolehkan Shalat Jumat dengan jumlah 40 jamaah lebih, tetapi ada juga pendapat kuat yang memungkinkan Shalat Jumat dengan jumlah berapa pun,” katanya.
“Ini akan meraih tujuan sebenarnya dari Shalat Jumat, dengan jumlah yang lebih kecil, namun lebih aman,” tambahnya seperti dikutip dari MINANews. ***