Presiden Duterte Perintahkan Polisi Tembak Mati Warga Yang Protes Lockdown
RIAU24.COM - Pemerintah Filipina mengunci (lockdown) negara itu sejak bulan lalu sebagai imbas dari wabah virus corona. Penguncian yang sudah berlangsun cukup lama itu mulai mengundang protes dari sekelompok warga.
Menyikapi protes tersebut, Presiden Flipina Rodrigo Duterte malah memerintahkan polisi dan tentara untuk menembak mati siapa saja yang membuat gaduh terkait pemberlakuan lockdown di Luzon, pulau utama negara itu berpenduduk sekitar 50 juta jiwa.
“Biar ini menjadi peringatan bagi semua. Ikuti (anjuran) pemerintah untuk saat ini karena dalam kondisi kritis,” kata Duterte, dalam pidato yang disampaikan Rabu (1/4/2020) larut malam, seperti dikutip dari Aljazeera.
Dia juga memperingatkan kepada siapa saja yang menghalangi para petugas medis, termasuk dokter. Menurut Duterte, perbuatan tersebut merupakan kejahatan serius.
“Perintah saya kepada polisi dan tentara, jika ada yang membuat masalah, hidup mereka dalam bahaya, tembak mati mereka,” ujarnya, menegaskan seperti dilansir Inews.
Sekelompok penduduk di daerah kumuh di Quezon, Manila, berunjuk rasa di sepanjang jalan raya untuk memprotes belum mendapat bantuan paket makanan dan bahan pokok sejak pemberlakuan lockdown 2 pekan lalu.
Polisi dan tentara mendesak warga untuk kembali ke rumah, namun mereka menolak. Petugas pun membubarkan paksa unjuk rasa dan menangkap 20 orang.
Pemimpin kelompok pengunjuk rasa Jocy Lopez (47) mengatakan, mereka terpaksa turun ke jalan karena tidak bisa mencari nafkah dan tak punya makanan sejak lockdown.
"Kami di sini untuk meminta bantuan karena kelaparan. Kami belum diberi makanan, beras, bahan makanan lain atau uang tunai. Kami tidak punya pekerjaan,” katanya.
Beberapa kelompok HAM Filipina mengecam penangkapan itu dan mendesak pemerintah segera membebaskan warga serta memberikan bantuan uang tunai yang telah dijanjikan.
Pemerintah Filipina menganggarkan 200 miliar peso atau sekitar Rp65 miliar untuk membantu keluarga miskin dan mereka yang kehilangan pekerjaan akibat lockdown.
"Menggunakan kekuatan berlebihan dan penahanan tidak akan menghilangkan perut kosong warga Filipina yang, sampai hari ini masih menagih janji bantuan uang tunai bagi orang miskin," demikian pernyataan organisasi kelompok hak asasi perempuan, Gabriela.***