Menu

Kemenaker Minta Karyawan Yang Kerja dari Rumah Digaji Penuh

Riko 16 Mar 2020, 14:40
Foto (internet)
Foto (internet)

RIAU24.COM Kemenaker Ketenagakekerjaan mengingatkan seluruh perusahaan untuk tetap membayar gaji 100 persen kepada karyawan yang direkomendasikan berkerja dari rumah (work from home) dalam rangka mengisolasi diri oleh petugas kesehatan di tengah merebaknya virus Corona

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementrian Ketenagakekerjaan Raden Soes Hindharno mengatakan tak ada alasan bagi perusahaan untuk memotong gaji karyawan yang terpaksa berkerja dari rumah untuk menimalisir penyebaran virus corona. Pasalnya, situasi ini terbilang tak terduga (force majeur). 

"Harusnya gaji tetap terpenuhi. Ini kan force majeur karena wabah penyakit. Jadi kalau memang dapat rekomendasi bekerja di rumah dulu ya perusahaan tetap harus gaji karyawannya," ucap Soes melansir CNNIndonesia.com, Senin 16 Maret 2020.

Lagi pula, perusahaan juga bisa dibilang untung jika banyak karyawannya yang bekerja dari rumah. Soes bilang pengeluaran perusahaan untuk listrik hingga pasokan makanan dan minuman bisa dikurangi.

"Perusahaan justru untung. Produksi (kegiatan operasional) tetap jalan tapi hemat listrik karena tidak dinyalakan, tidak perlu sediakan air minum," ujar dia.

Hanya saja, Soes menyatakan pihaknya sedang menggodok aturan khusus bagi perusahaan swasta di sektor manufaktur yang biasanya bergantung dengan kegiatan produksi di pabrik. Masalahnya, alat berat di pabrik tak bisa dengan mudah dibawa pulang ke rumah masing-masing karyawannya.

Situasi itu berbeda dengan perusahaan swasta di sektor lainnya, seperti keuangan, di mana sejumlah pegawai bisa bekerja dari rumah dengan bermodal laptop dan akses internet.

"Alat pabrik dibawa pulang ke rumah kan tidak mungkin. Makanya ini masih digodok aturannya," terang Soes.

Soes menjelaskan pihaknya akan membuat kebijakan yang sama-sama menguntungkan untuk seluruh pihak. Dengan kata lain, perusahaan manufaktur tak merugi jika sejumlah karyawannya bekerja dari rumah.

"Jangan sampai perusahaan merugi, tutup karena tidak berproduksi. Terus masih harus bayar karyawan. Makanya ini masih digodok dulu khusus untuk perusahaan yang memproduksi itu," jelas Soes.