RIAU24.COM -  Dunia perlahan-lahan mati dan itu semua karena keserakahan manusia. Hutan hujan Amazon, yang merupakan salah satu ekosistem terbesar dan terkaya di dunia dapat habis dalam 50 tahun ke depan. Hutan amazon kini mendekati titik yang bisa berubah menjadi sabana kering.

Menurut CNA, hutan hujan mencapai titik kritis ekologis dan begitu mulai runtuh, maka kemungkinan akan hilang lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Para ilmuwan mengatakan bahwa ini berfungsi sebagai seruan untuk para pembuat kebijakan untuk membuat perubahan dan menghentikan siklus perusakan dunia alami.

Ini didasarkan pada studi yang diterbitkan pada Selasa (10 Maret) dalam jurnal peer-review Nature Communications dan dilakukan dengan menggunakan simulasi komputer menggunakan data dunia nyata dari lebih dari 40 lingkungan alam. Para ilmuwan juga mempelajari ekosistem besar lainnya, terumbu karang Karibia dan menemukan bahwa keindahan alam ini bisa mati hanya dalam 15 tahun setelah mencapai titik tidak dapat kembali.

Mereka mengatakan bahwa hutan hujan Amazon mungkin bisa berubah menjadi "ekosistem tipe sabana dengan campuran pohon dan rumput" dalam waktu kurang dari 50 tahun. Untuk terumbu karang Karibia yang berukuran sekitar 20.000 kilometer persegi, mereka bisa menjadi memutih dan berpenduduk jarang hanya dalam 15 tahun.

Alam menghadapi ancaman serius berkat aktivitas manusia akibat deforestasi dan polusi. Pada akhirnya, umat manusialah yang akan menderita konsekuensi mengerikan jika mereka kehilangan semua keanekaragaman hayati ini. Namun, para ilmuwan mengatakan bahwa mereka belum menemukan cara untuk memprediksi kapan titik kritis terjadi, karena biasanya dilihat melalui tinjau balik.

“Sebuah hutan yang 100 kali lebih besar dari yang lain membutuhkan waktu lebih lama untuk runtuh, tetapi akan membutuhkan waktu kurang dari 100 kali lipat ... apa artinya ini adalah bahwa ekosistem terbesar yang kita miliki di dunia cenderung runtuh lebih cepat daripada kami pikir, dalam beberapa dekade, ”kata John Dearing, profesor geografi fisik, yang merupakan bagian dari tim peneliti bersama dengan para ilmuwan dari Bangor University di Wales dan School of Oriental and African Studies London.