Terlibat Perang 19 Tahun, Amerika dan Taliban Akhirnya Sepakat Untuk Berdamai
RIAU24.COM - DOHA - Amerika Serikat dan Taliban Afghanistan membuat keputusan bersejarah di dunia. Setelah menjalani perang yang panjang, hampir 19 tahun, kedua belah pihak sepakat menandatangani perjanjian damai di Doha, Qatar, Sabtu (29/2/2020).
Utusan AS Zalmay Khalilzad dan wakil pemimpin Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar menandatangani perjanjian di sebuah aula mewah di sebuah hotel bintang lima di Dohar, Qatar. Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, turut menyaksikan penandatanganan itu.
Kesepakatan itu menetapkan bahwa Taliban berjanji untuk mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Afghanistan dan tidak akan menyembunyikan kelompok-kelompok teroris yang bermaksud menyerang Barat.
Perjanjian itu juga membuka jalan untuk penarikan penuh pasukan AS dari Afghanistan dimulai dengan pengurangan pasukan dari 13.000 menjadi 8.600 dalam beberapa bulan. Menurut komandan utama AS di Afghanistan, Jenderal Austin "Scott" Miller, hal itu dilakukan berdasarkan perintah Presiden AS Donald Trump.
Setelah kesepakatan ditandatangani, pemerintah Afghanistan harus membentuk tim negosiasi dan mengatur pertukaran tahanan sesuai yang direncanakan.
Taliban akan memberikan kepada negosiator AS daftar 5.000 tahanan Taliban yang saat ini ditahan oleh pemerintah Afghanistan. Sebagai gantinya, Taliban mengumumkan 1.000 anggota pasukan keamanan Afghanistan yang ditawan kelompok militan itu akan dibebaskan.
Kesepakatan damai dengan Taliban telah menjadi tujuan kebijakan luar negeri yang penting bagi Presiden Trump, yang berkampanye untuk mengakhiri perang.
Dalam sebuah pernyataan Jumat, Trump menyebut kesepakatan itu jalan yang kuat ke depan untuk mengakhiri perang di Afghanistan dan membawa pulang pasukan AS.
“Pada akhirnya akan tergantung pada rakyat Afghanistan untuk menentukan masa depan mereka. Karena itu, kami mendesak rakyat Afghanistan untuk mengambil kesempatan ini bagi perdamaian dan masa depan baru bagi negara mereka," kata Trump dalam pernyataannya.
Namun Trump menghadapi kritik keras dari pemerintah Afghanistan dan juga dari sesama politisi Partai Republik di dalam negeri.
Pejabat Afghanistan telah berulang kali mengkritik AS karena mengecualikan mereka dari pembicaraan dengan Taliban. Setiap penarikan pasukan AS yang signifikan dari negara itu diperkirakan akan menambah tekanan pada pasukan pemerintah Afghanistan, yang angka korbannya terus meningkat. ***