Akui Politik Uang Belum Hilang Setiap Pilkada Digelar, Begini Pernyataan Menohok Menkopulhukam Mahfud MD
RIAU24.COM - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, tak menampik bahwa aksi politik politik uang atau money politics, hingga kini masih terjadi setiap kali ajang pemilihan kepala daerah (Pilkada) digelar. Yang berbeda adalah praktiknya. Begini ceritanya.
Awalnya, Mahfud bercerita mengenai politik uang di era Orde Baru dan awal reformasi. Saat itu, sebutnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah pihak yang berwenang memilih seorang kepala daerah.
Namun kewenangan ini sering diselewengkan dan dimanfaatkan oknum anggota DPRD untuk menarik uang dari calon kepala daerah. Sehingga, hanya calon kepala daerah yang menyetor uang paling banyak yang berpeluang menang.
"Itulah sebabnya untuk jabatan gubernur, gampang sekali orang bayar lima miliar satu suara, asal milih gubernur itu. Transaksinya di lobi hotel," kata Mahfud di Jakarta Pusat, Senin, 24 Februari 2020, dilansir viva.
Dalam perjalanan selanjutnya, pemerintah pusat kemudian mencopot kewenangan DPRD tersebut. DPRD juga tidak bisa menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban kepala daerah lagi, karena rawan disalahgunakan untuk menjatuhkan kepala daerah.
"Bahkan (dahulu) di daerah Riau sana ada seorang kepala daerah dijatuhkan. Laporan pertanggungjawabannya ditolak. Alasannya apa? Ya alasannya tidak memenuhi syarat. Tapi isu yang berkembang karena tidak menyetor uang kepada DPRD," kata Mahfud.
Tak Berubah
Ketika ditanya, apakah keadaan saat ini menjadi lebih baik setelah peraturannya diubah? Mahfud dengan tega mengatakan tidak. Karena politik uang kini berpindah dari DPRD ke pimpinan partai politik, di mana calon kepala daerah kerap dimintai mahar agar bisa diusung.
"Kalau dulu money politic dalam pemilihan kepala daerah itu ada di DPRD, sekarang berpindah ke pimpinan partai. Ndak bayar ke DPRD, bayar ke partai, mahar namanya," ujarnya lagi secara blak-blakan. ***