Gara-gara Kasus Ini, Haris Azhar Sebut KPK Makin Lama Makin Keropos
RIAU24.COM - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar menyebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini kian keropos. Penilaian itu berdasarkan penanganan kasus tersangka korupsi Nurhadi, yang tak lain adalah eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA).
Haris menilai, KPK sebenarnya sudah mengetahui keberadaan Nurhadi, tapi tak berani menangkapnya. Sehingga, ia menilai status Daftar Pencarian Orang ( DPO) yang disematkan kepada Nurhadi serta menantunya, Rezky Herbiyono serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto, hanya formalitas belaka.
"DPO formalitas karena KPK enggak berani tangkep Nurhadi dan menantunya, Status itu kan jadi lucu. Inilah bukti bahwa KPK tambah hari tambah keropos ya," kata Haris di Gedung Merah Putih KPK, Selasa 18 Februari 2020.
Dilansir kompa, Haris mengatakan, pernyataan kuasa hukum Nurhadi cs, Maqdir Ismail, yang menyebut kliennya berada di Jakarta, harusnya dapat mendorong KPK untuk segera meringkus Nurhadi cs.
Dari informasi yang diterima pihaknya, Haris menyebut, Nurhadi berada di sebuah apartemen mewah di Jakarta. Namun apartemen itu dijaga dengan ketat sehingga KPK tak berani menangkap Nurhadi.
"KPK kok jadi kayak penakut gini, enggak berani ambil orang tersebut dan itu kan akhirnya menjadikan pengungkapan kasus ini jadi kayak terbengkalai," tambahnya.
Modus Baru
Menurutnya, sikap KPK yang tak berani menindak tersangka kasus korupsi mengindikasikan adanya modus baru, yakni menetapkan tersangka sebagai DPO namun tak kunjung menangkapnya.
"Kayaknya ada modus baru, orang dituduh korupsi yang ditersangkakan sebagai koruptor itu dengan enak-enaknya atau gampangnya mereka menjadi DPO, tapi juga nggak dicari sama KPK," tambahnya.
Seperti diketahui, Nurhadi, Rezky dan Hiendra merupakan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung. Ketiganya dimasukkan dalam DPO setelah tiga kali mangkir saat dipanggil KPK sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Nurhadi melalui Rezky diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp46 miliar.
Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Dalam perkara PT MIT vs PT KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. ***