Gara-gara 3 Hal ini, Rekonstruksi Kasus Novel Baswedan Dinilai Janggal
RIAU24.COM - Pihak Kepolisian telah selesai menggelar rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Seperti diketahui, rekonstruksi tersebut digelar 7 Februari 2020 lalu. Dari rekonstruksi itu, ada sekitar 10 adegan yang direka ulang.
Namun, proses rekonstruksi itu dinilai janggal oleh sebagian pihak, termasuk oleh Novel sendiri. Dirangkum tempo, Senin 10 Februari 2020, ada tiga hal yang dinilai membuat rekonstruksi itu dinilai janggal.
Yang pertama adalah terkait waktu rekonstruksi. Seperti diketahui, rekonstruksi kasus penyiksaan Novel itu dilakukan sekitar pukul 03.00 WIB dini hari. Terkait hal ini, Novel sendiri mengatakan tak ada keharusan gelar rekonstruksi dilakukan di tempat dan waktu saat perkara terjadi.
"Iya saya sepakat (kejanggalan), memang kan mestinya dibikin lebih terang, tempatnya juga enggak harus di sini, waktunya juga engga harus sama, dan lain-lain," kata Novel.
Yang kedua, rekonstruksi dilakukan secara tertutup dan jurnalis tidak boleh meliput. Terkait hal ini, pengacara Novel Baswedan, Saor Siagian, menyayangkan sikap polisi yang menggelar rekonstruksi penyiraman air keras dilakukan secara tertutup.
Ia menilai publik seharusnya diizinkan melihat rekonstruksi kasus Novel Baswedan ini dari dekat. "Saya tidak paham apa yang ada di kepala polisi. Mestinya tidak ada alasan polisi tidak memberi akses kepada publik terlebih kepada jurnalis," lontarnya, dilansir tempo.
Dalam rekonstruksi tersebut, jurnalis tidak diperkenankan mendekat ke lokasi. Dilarang memotret, apalagi merekam. Jika nekat, maka Tim Khusus Anti Bandit (Tekab) yang bersenjata laras panjang akan menghampiri dan menyuruh pewarta mengambil jarak dari lokasi rekonstruksi.
Tak hanya itu, Novel sendiri juga tidak ikut serta dalam proses rekonstruksi tersebut. Menurutnya, dia tidak ingin penglihatan mata kanannya memburuk karena lampu sorot yang digunakan saat reka adegan itu. ***