Perusahaan Singapura Diduga Tanam Investasi di Kawasan Hutan Riau Secara Ilegal
Menurut informasi yang dihimpun, PT PSJ bersama mitranya asal Singapura itu hanya menguasai lahan seluas 1500 hektar. Ini mengacu pada Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) sebagaimana Surat Keputusan Bupati Pelalawan nomor: Kpts.525.3/DISBUN/2011/113 tertanggal 27 Januari 2011. Namun fakta di lapangan, luas areal yang mereka jadikan perkebunan sawit kabarnya mencapai 9.324 hektar.
Artinya, diluar 3.323 hektar lahan yang sudah diputuskan melalui Mahkamah Agung, PT PSJ dan perusahaan mitranya dari Singapura disinyalir masih menguasai lahan secara ilegal seluas 4.592 hektar. Kuat dugaan, lahan inilah yang mereka jadikan sebagai areal kebun plasma yang diberikan kepada 8 koperasi pecahan dari Koperasi Sawit Raya yang bermitra dengan PT Peputra Supra Jaya.
Keterlibatan perusahaan asing yang ikut menanamkan investasi di lahan yang diduga ilegal itu, perlu dilakukan pendalaman secara khusus. Apalagi perusahaan sekelas Heeton Investment asal Singapura diyakini pasti memahami aturan yang berlaku. Termasuk kewajiban mereka untuk tunduk dan taat terhadap aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
“ Kebenaran informasi tentang keterlibatan pihak asing dalam pemanfaatan kawasan hutan secara ilegal di Indonesia itu harus ditelusuri. Pemerintah harus menjadikan ini sebagai prioritas perhatian. Ini bukan hanya soal perizinan, tapi lebih penting dari itu, yakni menyangkut masalah kedaulatan terhadap sumber daya alam,” ujar Raya.
Selain itu, ditegaskan Raya otoritas terkait khususnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI juga harus menelisik kewajiban pajak yang disetor oleh perusahaan yang ditengarai mengelola lahan/ hutan secara ilegal. Hal tersebut selaras dengan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa ada potensi hilangnya penerimaan negara dari penguasaan dan pengelolaan lahan/ hutan secara ilegal.