Bahaya, Ternyata Virus Corona Juga Terdapat di Tubuh Kelelawar Indonesia, Ini Yang Harus Diperhatikan
RIAU24.COM - Ahli patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB University Prof Drh Agus Setiyono merilis informasi mengejutkan. Riset yang dilakukannya bersama Research Center for Zoonosis Control (RCZC), Hokkaido University, Jepang, menunjukkan hasil bahea kelelawar di Idonesia juga mengandung virus-virus berbahaya, termasuk virus corona yang mewabah di China sekarang.
Dalam penelitian itu, Agus bersama mitranya dari RCZC meneliti sampel-sampel kelelawar buah di sejumlah daerah habitat mamalia bersayap itu di Indonesia, antara lain Bukittinggi, Bogor, Panjalu (Ciamis), Gorontalo, Manado, dan Soppeng (Sulawesi Selatan).
Berdasarkan keterangan tertulisnya yang dilansir dari VIVAnews, kelelawar-kelelawar di Indonesia itu mengandung virus-virus berbahaya, antara lain coronavirus, bufavirus, polyomavirus, alphaherpesvirus, paramyxovirus, dan gammaherpesvirus.
Dijelaskannya, mengonsumsi kelelawar buah dapat berisiko terpapar virus corona bila preparasi kelelawar menjadi bahan makanan dilakukan secara kurang tepat.
Virus corona bisa berada di dalam tubuh kelelawar tanpa menimbulkan persoalan bagi kelelawar dan virus itu tidak secara khusus hidup di dalam kelelawar buah. “Hewan lain juga memiliki kemungkinan menjadi induk semang virus ini,” ujarnya.
Jadi, tegas Agus, ada potensi wilayah Indonesia terinfeksi virus corona, karena kelelawar terbang sangat jauh dan dapat berpindah tempat tinggal (habitat), mengikuti musim buah sebagai makanan pokoknya.
“Kelelawar memiliki sistem imun yang unik. Ada berbagai virus yang berdiam dalam tubuhnya, dan bukan hanya virus corona, tapi banyak lagi patogen yang berpotensi zoonosis (penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya). Dan hal ini tidak 'dihalau' sebagai benda asing oleh kelelawar,” tuturnya.
Dia menyarankan beberapa langkah pencegahan terhadap serangan virus corona. Pertama, tidak bersentuhan dengan kelelawar, langsung maupun tidak langsung.
Kedua, tidak memakan buah sisa masak pohon yang digerogoti kelelawar, meskipun biasanya ini yang paling manis.
Ketiga, sebaiknya bagi sebagian masyarakat dengan budaya mengonsumsi sayur atau lauk dari kelelawar mulai mempertimbangkan kembali untuk melanjutkan mengonsumsi kelelawar.***