Masih Soal Draft Omnibus Law yang Bikin Kaget, Mendagri Bisa Pecat Gubernur, Pengamat Sebut Itu Sudah Berlebihan
RIAU24.COM - Setelah ditolak para buruh, sorotan terhadap draft Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja. Setelah terkait larangan Perda Syariah dan penghapusan jaminan makanan halal, ternyata draft itu juga membahas wewenang lain.
Sama dengan dua hal di atas yang bikin kaget, aturan yang ini juga terhitung dahsyat. Di mana Menteri Dalam Negeri bisa memecat gubernur. Hal itu terkait dengan kepatuhan kepala daerah kepada presiden.
Bila Kepala Daerah tidak melaksanakan program strategis nasional, bisa dikenai sanksi secara bertingkat. Dari yang paling ringan, yaitu sanksi administrasi, nonjob dalam waktu tertentu, hingga sanksi pemecatan. Pemecatan bupati/wali kota dilakukan oleh gubernur, sedangkan gubernur dipecat oleh Menteri Dalam Negeri.
Menanggapi hal itu, pakar hukum administrasi negara UNS Solo, Agus Riewanto, menilai aturan berlebihan.
Ia mengingatkan, otonomi daerah dijamin oleh konstitusi dalam Pasal 18 UUD 1945. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri.
"Kalau ada mekanisme bahwa pemerintah pusat bisa memecat gubernur atau bupati dan wali kota itu, berlebihan. Pemecatan kepala daerah ada mekanismenya sendiri," tegasnya, diansir detik, Senin 21 Januari 2020.
Selama ini kepala daerah hanya bisa dipecat jika melanggar sumpah jabatan, meninggal atau mengundurkan diri. Agus mengatakan tidak ada klausul pemecatan yang terkait program strategis nasional.
"Sebenarnya boleh saja disanksi, tapi bukan pemecatan. Bisa dalam bentuk administrasi lain, misal pengurangan dana alokasi umum atau investasi tertentu tidak bisa masuk ke daerah tersebut," katanya.
Dipertanyakan
Sebelumnya, aturan itu juga dipertanyakan Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia. Ia mempertanyakan alasan RUU Cipta Lapangan Kerja sampai mengatur kewenangan Mendagri.
"Kok cipta lapangan kerja ada pecat-memecat begitu? Saya sih belum lihat drafnya, ya. Bukannya masih di pemerintah?" ujarnya.
Meski demikian, Doli enggan mengomentari lebih dalam mengenai apa yang tertuang dalam draf RUU tersebut. Dia meminta semua pihak tak menyebarkan informasi yang belum valid.
"Ya, intinya begini, jangan menyebar informasi yang belum tentu valid," ucap Doli. ***