Miris, Laut Natuna Diobok-obok, Faktanya RI Masih Impor Hasil Perikanan dari China Hingga Puluhan Ton
RIAU24.COM - Hingga saat ini, kapal-kapal penangkap ikan berbendera China masih kerap beroperasi secara ilegal mencari ikan di perairan Indonesia, khususnya di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau (Kepri). Namun yang membuat miris, ternyata hingga saat ini Indonesia masih mengimpor hasil perikanan dari China.
Seperti diungkapkan pengamat perikanan Suhana, hingga per Septemer 2019, total impor perikanan dari China ke Indonesia adalah 59 ribu ton. Salah satunya adalah cumi, yang padahal ada di perairan Indonesia. Jumlahnya mencapai 2 ribu ton.
"Impor cumi itu 2019 ini ada 2.000 ton sampai September," ungkapnya, dilansir detik, Senin 13 Januari 2020.
Suhana tak bisa memastikan apakah hasil perikanan yang diekspor China itu diambil dari perairan Indonesia dan kemudian dijual lagi ke Indonesia. Namun menurutnya, hal itu bisa saja terjadi.
"Nah mungkin cumi ini yang banyak ditangkap dari laut China Selatan. Sebagian mungkin masuk ke kita," ujarnya lagi.
Tak hanya cumi, untuk hasil olahan perikanan pun bisa saja yang diimpor dari China ke Indonesia, bahan bakunya alias hasil tangkapan dari perairan di Indonesia. "(Diimpor lagi ke Indonesia) mungkin dalam bentuk-bentuk olahan ya," tambahnya.
Suharna juga mengakui sulit untuk mengidentifikasi perikanan yang diimpor dari China apakah ditangkapnya di perairan Indonesia.
"Nah kita kan kita nggak tahu apakah itu ikan dari Indonesia atau bukan. Ya kan karena Indonesia tidak terlalu ketat untuk mengetahui apakah ikan itu dari laut China Selatan atau bukan. Tapi ya salah satu potensi laut China Selatan itu adalah cumi gitu," tambahnya.
Ditambahkannya, kondisi ini bisa terjadi (Indonesia masih impor perikanan dari China, red) karena beberapa faktor. Yang pertama, sebutnya, adalah ketegasan terhadap aturan.
"Pertama kan kebijakan impor kita harus lebih tegas lagi. Pertama kebijakan impor kita itu adalah kan ikan-ikan yang tidak diproduksi, yang bisa diproduksi oleh dalam negeri, oleh nelayan-nelayan kita itu harusnya memang tidak boleh diimpor karena itu akan bersaing dengan produk-produk dalam negeri," terangnya.
Yang kedua, impor dilakukan karena memang ada hasil perikanan yang tidak ditemukan di perairan Indonesia. Misalnya yang paling banyak adalah makarel dan tepung ikan. "Untuk ikan-ikan yang memang tidak diproduksi dalam negeri (diimpor). Nah itu seperti ikan pacific mackerel kan memang kita nggak punya, ikan salmon kita nggak punya," sebutnya.
Lalu ada pula hasil perikanan yang memang diimpor untuk kebutuhan bahan baku industri. Setelah jadi, hasilnya akan diekspor kembali.
"Kalau industri kan dia nanti akan diekspor kembali. Untuk bahan baku industri ya kayak cakalang, kan kita masih impor tuh karena untuk bahan baku industri di mana nantinya jadi produk kaleng dan diekspor kembali, bukan yang langsung ke pasar domestik," jelasnya.
Dibenarkan
Terkait hal itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo juga mengakuinya. Namun ia tidak menjawab, apakah ikan yang diimpor dari China tersebut diambil dari perairan Indonesia.
Menurutnya, Indonesia memang perlu impor karena tidak semua hasil perikanan ada di laut Indonesia. "Kita mengimpor ikan ada, tidak hanya dari China, kita kan nggak punya salmon, salmon dari mana saja itu, makarel kan kita nggak ada," terangnya, baru-baru ini.
Edhy juga mengakui, ada hasil perikanan yang diimpor meski di laut Indonesia ada. Biasanya, terangnya, impor itu untuk memenuhi kebutuhan industri. Sebab, industri harus menjaga ketersediaan bahan baku. ***