Beberkan Soal Terjadinya Korupsi Dana Desa, Ini Kata Kasi Pidana Khusus Kejari Bengkalis
RIAU24.COM - BENGKALIS- Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis menegaskan, bahwa di tahun 2020 ini akan kembali mengungkap dugaan kasus korupsi baru, bukan dari kegiatan di Pemerintahan Desa (Pemdes).
Hal tersebut dikatakan Kajari Bengkalis Nanik Kushartanti, S.H, M.H, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Agung Irawan, S.H, M.H. Diutarakan Agung Irawan bahwa terkait dugaan korupsi terbaru tersebut, pihaknya kini sedangkan melakukan pendalaman dengan mengumpulkan bukti-bukti.
zxc1
"Kalau soal perkara dugaan korupsi dana UED-SP di Desa Bukit Batu, Kecamatan Bukit Batu, kita tinggal menunggu waktu yang paling tepat proses pendalam penyidikan. Sedangkan untuk kasus dugaan korupsi yang tengah kita dalami ini, tidak ada hubungannya dengan kegiatan di Pemerintahan Desa," ujar Agung kepada sejumlah wartawan, Senin 6 Januari 2020.
Terkait korupsi tersebut, Kasi Pidsus mengharapkan mulai tahun 2020 ini sudah tidak ada lagi korupsi di kalangan Pemerintahan Desa. Karena sepanjang 2019, dalam penanganan korupsi UED-SP di Desa mencapai 90 persen.
zxc2
"Artinya, dengan tingginya kasus dugaan korupsi UED-SP di Desa mencapai 90 persen ini, membuktikan, bahwa program simpan linjam di Desa sangat rentan dengan penyimpangan, yang seharusnya sudah tidak ada terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya," ujarnya.
"Yang diperkirakan setiap Desa dengan sejumlah mata anggaran digelontorkan tersebut mencapai Rp5 Milyar lebih. Sehingga dengan anggaran yang besar itu, menjadi salah satu pemicu terjadinya korupsi, karena dimungkinkan tidak adanya kesiapan pihak Desa dalam pengelolaan keuangan," ucap Agung.
Oleh karena itu, lanjut Agung lagi, bahwa Kejari Bengkalis menyarankan khusus dana UED-SP supaya tidak dikorupsi lagi, agar Pemerintahan Daerah membuat aturan baru terkait dana UED-SP yang begitu besar itu.
"Dananya digunakan untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat tempatan. Hal ini akan lebih bermanfaat, daripada uang dipinjaman ke masyarakat untuk usaha, namun belum tentu digunakan untuk mengembangkan usaha alias fiktif, yang ujung-ujungnya dikorupsi," ujarnya lagi. (R24/Hari)