Menu

Buat Ulah di Perairan Natuna, Guru Besar UI Sebut China Mau Ngetes Menteri di Kabinet Jokowi

Siswandi 5 Jan 2020, 23:33
Kapal China yang disebut berkeliaran di perairan Natuna. (Ilustrasi) Foto: int
Kapal China yang disebut berkeliaran di perairan Natuna. (Ilustrasi) Foto: int

RIAU24.COM -  Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, memiliki penilaian sendiri, terkait ulah kapal China yang masuk ke perairan Natuna. Menurutnya, salah satu tujuan China berbuat ulah di Natuna adalah untuk menguji menteri terkait di kabinet baru Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

"China mau ngetes, sejauh mana ketegasan dan kekompakan menteri-menteri baru Jokowi dalam mengelola masalah di Laut China Selatan," lontarnya, Minggu 5 Januari 2020. 

Dilansir kompas, Hikmahanto mengatkan, manuver jadi penting bagi dalam mengambil kebijakan-kebijakan geopolitik dan ekonomi di kawasan tersebut. 

Ditambahkannya, ulah serupa sebenarnya pernah dilakukan China pada tahun 2016 lalu. Namun ketika itu, Presiden Jokowi langsung meresponnya dengan datang dan menggelar rapat di Natuna. "Nah China mau lihat bagaimana respon pejabat sekarang," tambahnya.

Karena itu, seharusnya pejabat terkait seperti Menteri Pertahanan, Menteri KKP, Kepala Bakamla, hingga Menko Polhukam harus bersikap tegas pada China di Natuna. Salah satunya, dengan datang langsung ke Natuna. 

"Untuk menunjukkan komitmen ini ada baiknya para wajah baru di Kabinet melakukan peninjauan perairan di Natuna Utara dan menyelenggarakan rapat di KRI yang sedang berlayar di perairan tersebut," katanya lagi. 

Bila bentuk ketegasan seperti ini dilakukan, Hikmahanto memprediksi pelanggaran oleh Coast Guard China akan menurun. 

Namun demikian, hal itu juga tidak berarti klaim China atas Natuna Utara akan pudar. 

"Ketegasan ini tidak harus dikhawatirkan akan merusak hubungan persahabatan Indonesia dan China atau merusak iklim investasi pelaku usaha asal China di Indonesia," kata dia.  

Dikatakannya, banyak pengalaman negara lain yang memilki sengketa wilayah namun tidak berpengaruh pada hubungan persahabatan dan investasi. 

"Harusnya Menhan lakukan hal yang sama. Jangan bilang negara sahabat, kita sama Malaysia dan Vietnam juga sahabat, tapi kalau soal wilayah, kita bicara keras," tutur Hikmahanto. 

Begitu juga alasan menjaga iklim investasi, Hikmahanto menilai kurang tepat. Apalagi dibilang mempengaruhi investasi. Mana ada itu. Memangnya Indonesia di dalam negeri, lagi gonjang ganjing politik yang dikhawatirkan berpengaruh pada investasi," tegasnya. ***