Jadi Menteri Keuangan di Era SBY dan Jokowi, ini Perbedaan yang Dialami Sri Mulyani
RIAU24.COM - Sri Mulyani Indrawati tercatat menjadi Menteri Keuangan di dua masa pemerintahan, yakni saat era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhono dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Melansir dari CNBC Indonesia, Kamis 19 December 2019, dia menceritakan tentang bagaimana dia menjadi menteri di ke dua era tersebut. Dia mengatakan ada perbedaan situasi saat menjabat sebagai menteri keuangan periode 2005-2010.
Pada saat itu, Sri Mulyani sendiri harus bergulat untuk membuat keuangan negara menjadi sehat setelah krisis ekonomi 1997-1998.
"Membangun kebangsaan waktu itu tidak menjadi suatu yang cerita. Karena saat ini harus membangun kredibilitas keuangan negara dan fokus pada capacity, kompetensi, untuk membuat keuangan negara sehat setelah krisis ekonomi 1997-1998," ujar Sri Mulyani.
Di 2010, Sri Mulyani pun didapuk menjadi managing director di Bank Dunia. Di posisi tersebut, dia meraih kesempatan menjelajah ke-190 negara di dunia dan melihat bagaimana masing-masing negara berlomba untuk mengurangi kemiskinan.
"Enam tahun pelajaran saya belajar bagaimana menjadi policy maker, ekonom, dan orang yang punya tanggung jawab terhadap publik," kata dia.
Kemudian pada tahun 2016, Sri Mulyani kembali ke Indonesia. Sri Mulyani pun bercerita harus kembali berjibaku untuk mengelola keuangan negara. Menjelang pemilihan umum, kata dia, banyak pergolakan batin yang dirasakan.
Di mana, sebagai pemimpin sebuah kementerian, Sri Mulyani diminta untuk menginstruksikan kepada pegawai ASN-nya untuk tetap netral di tengah panasnya situasi politik.
zxc2
"Netralitas pemilu itu yang sulit untuk diejawantahkan. Karena mereka punya preference politiknya masing-masing. Bisa saja saya menginstruksikan kepada pegawai saya, untuk selalu netral. Tapi konkretnya apa," jelasnya.
Isu keuangan negara di kala pemilu, kata Sri Mulyani, selalu menjadi 'alat tarung' para kandidat. Mulai dari masalah pajak, utang, dan berbagai masalah kebijakan lainnya.
"Bagaimana kita bisa menjalankan netralitas itu. Sementara APBN juga masih harus berjalan. Di dalam konteks ini, dialog atau percakapan di dalam internal Kemenkeu antar ASN menjadi sangat penting," kata dia lagi.