Gerindra Sebut Hukuman Mati Untuk Koruptor Tidak Akan Berdampak ke Penurunan Korupsi
RIAU24.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewacanakan hukuman mati bagi pelaku korupsi. Disisi lain, Jokowi juga memberikan grasi pada terpidana korupsi, Annas Maamun. Menurut Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Atgas, secara sosiologis dua hal tersebut bertentangan.
"Di satu sisi, walaupun dari tatanan sosiologisnya sesuatu yang bertentangan, berhadap-hadapan. Di satu sisi beliau memberikan grasi, dan di satu sisi hukuman maksimal. Tapi kan secara konstitusional presiden memiliki kewenangan itu. Itu tidak salah. Tetapi kepada masyarakat jadi menimbulkan tafsir," kata dia saat diskusi 'Koruptor di Hukum Mati, Retorika Jokowi?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, melansir dari Kumparan. Minggu 15 Desember 2019.
Supratman tidak mempermasalahkan apabila keputusan Jokowi memberikan grasi karena pertimbangan usia. Namun akan menjadi masalah apabila pertimbangan pemberian grasi karena politis.
"Kalau memang alasannya usia, mungkin ini masih bisa. Tapi kalau adanya pertimbangan lain. Dan itu menimbulkan pertanyaan kepada Presiden Jokowi," ujarnya.
Terkait hukuman mati bagi pelaku korupsi, Supratman mengaku tidak setuju. Sebab, ia mengatakan hukuman mati tidak menyelesaikan masalah korupsi.
Politikus Gerindra ini menilai masalah korupsi yang utama adalah di sektor politik. Sehingga, Supratman mengklaim telah meminta KPK membuat studi pendanaan parpol yang nantinya akan diusulkan masuk APBN. Hal itu untuk mencegah korupsi yang dilakukan politisi.