Terkesan Abai terhadap Nasib Habib Rizieq, Fadli Zon Sebut Pemerintah Telah Gagal
RIAU24.COM - Hingga saat ini, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab masih kesulitan untuk kembali ke Indonesia dari Arab Saudi. Menyikapihal itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menyebut pemerintah Indonesia telah gagal melakukan diplomasi untuk melindungi Habib Rizieq Syihab.
Menurutnya, pria yang akrab disapa HRS itu memiliki hak yang melekat untuk mendapatkan perlindungan dari pemerintah Indonesia. Sebab HRS masih berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang hak-haknya dijamin secara hukum nasional maupun hukum internasional.
Dilansir cnnindonesia, hal itu diungkapkan Fadli dalam akun akun Twitternya @Fadlizon, Selasa 26 November 2019. "Berlarut-larutnya kepulangan Habib Rizieq dari Arab Saudi ke Indonesia, menurut hemat saya, mengindikasikan kegagalan diplomasi pemerintah dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi," cuit Fadli.
Fadli kemudian menyinggung Konvensi Wina tahun 1961 dan tahun 1963. Di dalamnya disebutkan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi warganya yang tinggal di luar negeri. Tak hanya itu, juga ada Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pelayanan Warga Pada perwakilan RI di Luar Negeri turut memberikan jaminan hak tersebut.
"Tapi negara abai terhadap hak warganya dan cenderung membiarkan masalah ini berlarut-larut. Padahal sejumlah pejabat tinggi penegak hukum dan intelijen RI sudah beberapa kali menemui Habib Rizieq beberapa tahun belakangan ini," tambahnya.
Ia memandang, pemerintah kerap berlindung di balik alasan sikap anti-intervensi terhadap kebijakan negara lain dalam kasus pemulangan Rizieq tersebut. Menurutnya pandangan anti-intervensi pemerintah itu patut diluruskan.
Selain itu, Fadli menilai pemerintah untuk memulangkan Rizieq ke tanah air seharusnya bersifat imperatif. Hal itu bertujuan sebagai bukti kehadiran negara dalam melindungi warga negara di luar negeri.
Menurutnya, diplomasi perlindungan terhadap warga negara berbeda dengan sikap intervensi. Diplomasi perlindungan, dilakukan melalui upaya negosiasi yang sifatnya persuasif, bisa dilakukan secara terbuka ataupun tertutup. "Dan upaya tersebut tidak bisa disamakan dengan tindakan diplomasi offensive, apalagi dipandang sebagai tindakan yg mengintervensi urusan negara lain," ujarnya.
Menurut Fadli, upaya negosiasi suatu negara dalam memulangkan warga negaranya, sudah wajar dilakukan dalam diplomasi internasional selama ini.
Ia mencontohkan pemerintah Amerika Serikat pernah mengutus mantan Presiden Bill Clinton untuk bernegosiasi dalam pembebasan dua wartawan AS, Euna Lee dan Laura ling, yang ditahan pemerintah Korea Utara pada tahun 2009 lalu.
"Saya mendorong agar sikap pemerintah segera dikoreksi. Harus pro aktif dan lebih progresif," kata Fadli.
Sebelumnya, Duta Besar Arab Saudi Isham Ahmad Abid Ats-Tsaqafy menyatakan pejabat tinggi Indonesia dan Arab Saudi saat ini tengah menegosiasikan kejelasan nasib Rizieq.
Sedangkan Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya menyatakan tidak pernah mencekal Rizieq Shihab. Menurut Mahfud, pencekalan gugur jika dalam waktu enam bulan pihak yang dicekal tak dibawa ke pengadilan. ***