Bebasnya Sofyan Basir dan Pentingnya Dewan Pengawas KPK
RIAU24.COM - JAKARTA- Bebasnya mantan Direktur Utama PT PLN Persero Sofyan Basir harusnya menjadi bahan evaluasi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mencari bukti yang kuat dalam suatu perkara.
Hal itulah yang diungkapkan oleh ahli hukum pidana Indriyanto Seno Adji saat dihubungi wartawan, Selasa (5/11/2019).
zxc1
Awalnya, Indriyanto menyebutkan, bebasnya Sofyan atas perkara dugaan suap PLTU Riau-1 adalah hal yang wajar dalam sistem peradilan pidana.
"Putusan Bebas (vrijspraak) atau pemidanaan adalah sesuatu kewajaran dalam sistem peradilan pidana dengan model Due Process of Law seperti dalam kasus SB (Sofyan Basir) ini."
zxc2
"Jadi tidak perlu mempersalahkan siapapun entitas dalam kasus ini. Siapapun harus menghormati dan menghargai keputusan badan peradilan sebagai representasi kekuasaan yudikatif yang bebas dan independen," katanya.
Apalagi dalam sistem peradilan Hakim merupakan pihak yang independen karenanya Jaksa KPK harus memiliki bukti-bukti yang cukup meyakinkan adanya keterlibatan Sofyan Basir dalam tindak pidana penyuapan yang dilakukan anggota DPR RI, Eni Maulani Saragih dan Johannes Kotjo.
"Putusan bebas ini (sebaiknya) menjadikan KPK untuk lakukan koreksi internal dalam bidang penyidikan atau penuntutan," jelasnya.
Akibatnya, dakwaan atas Pasal 55 (Penyertaan) maupun Pasal 56 KUHP (Pembantuan) menjadi tidak relevan manakala tidak terpenuhinya minimum dua alat bukti.
Untuk itu, mantan pimpinan KPK ini berpendapat, sudah menjadi kewajiban bila lembaga anti korupsi ini memiliki dewan pengawas.
"Pengalaman kami di KPK, diakui adanya kelemahan pada sistem pengawasan terhadap pelaksanaan upaya paksa seperti kasus SB maupun kasus-kasus lainnya," jelasnya.
Dan ternyata, kata Indriyanto, pengawasan Internal tidak cukup. "Untuk itu konsep Dewan Pengawas merupakan suatu keharusan terhadap lemahnya pengawasan upaya paksa ini," katanya. (R24/Bisma)